Corak bangunan khas Bali umumnya identik dengan pemakaian batu bata, padas, batu hitam, hingga kayu jati sebagai materialnya.
Bangunan dengan material bata merah banyak dijumpai karena tidak hanya dipakai 'pemanis' tampilan rumah, tapi juga dipakai aksen pada fasilitas umum, perkantoran, balai pertemuan dan pura.
Namun, pemandangan rumah berhiaskan bata merah dan kayu jati sulit dijumpai di Desa Kapal, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali. Ini terkait mitos pemakaian bata merah yang berakibat buruk bagi masyarakat setempat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sampai sekarang, warga Desa Kapal meyakini hal itu. Menurut tokoh Desa Kapal, I Ketut Sudarsana, Kamis (21/4/2022), pantangan memakai bata merah dan kayu jati ada kaitannya dengan legenda kedatangan penguasa Bali, Sri Astasura Ratna Bhumi Banten ke Desa Kapal pada tahun caka 1260 atau 1338 masehi.
Kisah ini juga tercatat dalam prasasti Purusadha, lontar Bali kuno Dalem Bedahulu dan lontar Babad Celuk.
Sudarsana yang juga praktisi Sastra Bali Kuna ini menguraikan, ada seruan Patih raja Bali, Ki Kebo Iwa saat ingin merestorasi salah satu pura kuno di Bali. Yakni Pura Purusadha yang terletak di Desa Kapal.
Dalam catatan itu dikisahkan, kedatangan Sri Astasura Ratna Bhumi Banten ke Desa Kapal untuk melihat situasi desa. Raja yang juga bergelar Dalem Bedahulu ini sangat peka terhadap pura-pura di Bali.
Kala itu raja melihat kondisi Pura Purusadha memprihatinkan. Kemudian mengutus Patih Ki Kebo Iwa bersama pengikut ke desa itu guna merestorasi pura tersebut.
Karena dominan memakai bata merah, pasukan bersama warga pergi ke wilayah Nyanyi, Desa Beraban, Tabanan mencari bata merah. Bahan-bahan itu dibawa ke halaman Pura Purusadha dengan cara dipikul memakai sanan kayu jati.
Saat perbaikan akan dimulai, sebagian bahan itu hilang dicuri warga. Ki Kebo Iwa geram lalu mengutuk warga Kapal agar mendapat kesengsaraan jika memakai bata merah dan kayu jati sebagai bahan bangunan. "Kala itu warga takut dan pantang memakai dua bahan itu," ujar Sudarsana.
Warga yakin akan terjadi cekcok antar anggota keluarga jika pantangan itu dilanggar. Sepanjang keturunan bakal sengsara. "Jadi masyarakat sudah tahu pantangan itu dan sampai sekarang masih teguh dengan keyakinan itu," pungkasnya. (*)
(kws/kws)