Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) di Nusa Tenggara Barat (NTB) ternyata masih menarik jaminan alias agunan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang mengajukan pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) Rp 100 juta ke bawah. Padahal, KUR senilai itu tak perlu lagi menarik jaminan dari debitur.
Hal ini diungkapkan oleh anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI daerah pemilihan (dapil) NTB, Evi Apita Maya. Maya menemukan penarikan jaminan untuk KUR Rp 100 juta ke bawah di masyarakat.
"Ini hal menarik ditemukan di masyarakat sesungguhnya. Tidak boleh bank tarik agunan, tetapi kenyataannya di masyarakat masih ada ditarik agunan," kata Evi saat ditemui di depan Kantor Gubernur NTB, Jumat (17/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Evi mengatakan Himbara penyalur KUR dilarang menarik agunan dalam bentuk apa pun kepada debitur yang mengajukan pinjaman dari nilai Rp 1 juta hingga Rp 100 juta. Hal itu sesuai Peraturan Menteri Koordinator (Permenko) Bidang Perekonomian Nomor 1 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Permenko Bidang Perekonomian Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Pedoman Pelaksanaan KUR.
"Saya sampaikan kepada bank Himbara, segera mengembalikan (agunan). Bagi kira-kira cabang-cabang bank yang sudah tarik agunan, saya minta balikan secara sukarela balikin, jangan lagi ada agunan," pinta Evi.
Evi juga mempersilakan masyarakat melapor jika ada yang menarik agunan sebagai syarat pencairan dana KUR yang digelontorkan oleh pemerintah pusat melalui Himbara.
"Saya turun ke masyarakat menyampaikan jika ada masyarakat agunannya disimpan oleh bank untuk pinjaman KUR tolong minta kembali lapor ke kami. Tolong kepala dusun dan kepala lingkungan didata masyarakatnya untuk KUR ini," lanjut Evi.
Bank, tutur Evi, bisa dikenakan sanksi oleh pemerintah jika menarik agunan kepada debitur KUR di bawah Rp 100 juta. Salah satu konsekuensinya, pemerintah tidak akan memberikan subsidi bunga.
"Ini menyalahi aturan, bisa penalti dan bunganya tidak dibayarkan. Yang kami temui itu ada di Bank Rakyat Indonesia (BRI)," ungkap Evi.
Evi menilai penarikan agunan sebagai syarat mendapatkan KUR Rp 100 juta ke bawah bagi pelaku UMKM tentu membuat realisasi penyaluran menurun. Sehingga, tingkat perekonomian di tengah masyarakat menjadi terhambat.
"KUR ini banyak peminatnya karena diminta agunan, pelaku UKM jadi takut minjam. Kan syarat utama melakukan pinjaman modal itu sudah jalan enam bulan serta surat keterangan usaha dari kelurahan," jelas Evi.
Selain itu, bank akan melakukan BI ceklis sebagai syarat paling penting untuk mendapatkan KUR. Perbankan akan melakukan pertimbangkan jika debitur pernah menunggak.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Kanwil DJPb) NTB, Ratih Hapsari Kusumawardani, mengatakan serapan KUR telah mencapai 100 persen. Kendati demikian, dia menemukan kendala pencairan dari Rp 100 juta ke bawah masih ada praktik penarikan agunan oleh pihak perbankan kepada debitur.
"Kami minta kalau debitur yang mengalami itu lapor, ya akan dipanggil. Bisa lapor ke kami, ke OJK juga," kata Ratih.
Sebelumnya, Pemprov NTB menargetkan jumlah pencairan dana KUR dari program pemerintah pusat untuk pelaku UMKM capai Rp 5 triliun hingga akhir tahun 2025.
Kepala Dinas Koperasi dan UMKM NTB, Ahmad Masyhuri, mengatakan pemerintah pusat telah menggelontorkan dana Rp 300 triliun untuk dana KUR bagi pelaku UMKM di Indonesia 2025. Namun, hingga akhir September 2025, baru Rp 4,1 triliun yang berhasil dicairkan oleh pelaku UMKM di NTB.
"Modelnya itu rebutan siapa yang cepat bisa eksekusi selama memenuhi persyaratan bisa mencairkan KUR. Di NTB dari dahulu tidak pernah ada batasan berapa yang berhak dapat KUR," kata Masyhuri, Rabu (15/10/2025).
Menurut Masyhuri, pencarian KUR selama dua tahun terakhir di NTB mengalami fluktuatif. Pada 2023, jumlah pencairan KUR untuk UMKM tembus Rp 6,99 triliun. Sedangkan pada 2024 tembus Rp 5,2 triliun.
(hsa/hsa)











































