Masyarakat Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), mengeluhkan kualitas beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang menurun. Beras SPHP yang beredar dinilai tidak pulen dan mudah mengeras seusai dimasak. Sejumlah ibu-ibu enggan memasak beras SPHP lagi lantaran kerap diprotes anak.
"Saya baru ngeh, setelah beli beras ini beberapa kali. Saya pikir penanak nasi saya yang rusak. Ternyata tetangga-tetangga saya juga mengeluhkan yang sama. Setelah dimasak, beras berasa keras, kayak nggak matang. Besok-nya saya masak lagi dengan menambah takaran air, tapi tetap keras juga. Kalo orang-orang sini bilangnya mirip nasi di maulid," kata Ani, warga Ampenan, Kota Mataram kepada detikBali, Selasa (2/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Ani, kualitas beras SPHP menurun sejak beberapa bulan terakhir. Ani membeli beras SPHP di pasar tradisional dekat rumahnya. Harganya Rp 58 ribu untuk satu kantong ukuran 5 kilogram (kg).
"Saya ngerasanya beberapa bulan terakhir. Tapi setelah dikomplain anak, kok berasnya agak keras, nggak kayak biasa, barulah saya akhirnya ganti ke beras lokal. Mau nggak mau, ya harus ganti," keluh Ani.
Fitri Ayu, warga Mataram lainnya, juga mengeluhkan hal yang sama. Beras SPHP yang ia beli di pasar tradisional tidak sepulen dan tidak seenak beras SPHP biasanya.
"Kalau beras SPHP yang dulu, berasnya mirip beras premium. Tapi beras SPHP yang sekarang, kalau sudah dimasak dan didinginkan cepat banget keras," ucapnya pada detikBali, Selasa.
Ayu menuturkan untuk menyiasati kondisi beras SPHP yang cepat keras, ia menambah takaran air saat memasak nasi.
"Kalau masak harus lebih banyak airnya. Kalau nggak ditambahi air, alamat kayak masih mentah," jelasnya.
Ayu berharap kualitas beras SPHP kembali membaik seperti tahun-tahun sebelumnya. "Semoga bisa balik lah kualitasnya, saya biasa beli SPHP soalnya," katanya.
Sementara itu, Indah, salah satu pedagang nasi mengeluhkan hal yang sama soal kualitas beras SPHP yang dinilai lebih berbeda dibanding sebelumnya.
"Sebelum saya jualan, saya masak nasi malam harinya, tapi setelah masak, kok nasinya agak keras, padahal takaran air, sama beras yang saya pakai sama kayak biasa. Mau nggak mau saya beli beras lain. Soalnya nggak mungkin juga saya jualan nasi, tapi nasinya agak alot, ngomeh (marah) nanti pembeli saya," tutur Indah.
Indah mengaku membeli beras di pasar tradisional. Dengan harga normal di kisaran Rp 58 ribu sampai Rp 60 ribu untuk 5 kilogram.
"Biasanya pedagang nasi kayak kita pakai beras SPHP karena murah, walau murah, rasanya tetap enak. Tapi untuk beras yang sekarang, agak beda banget sama SPHP yang biasa," keluhnya.
Menanggapi keluhan warga Mataram, Kepala Bidang Bahan Pokok dan Penting (Bapokting) Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Mataram, Sri Wahyunida akan segera berkoordinasi dengan Bulog NTB.
"Kami akan segera berkoordinasi dengan Bulog, terkait beberapa keluhan dari masyarakat soal beras SPHP," kata Nida saat dikonfirmasi detikBali, Selasa.
Nida menuturkan pihaknya belum mendapatkan laporan dari masyarakat terkait kualitas beras SPHP yang menurun sejak beberapa bulan terakhir.
"Belum ada laporan sampai sekarang," jelasnya.
Dari catatan Disdag Kota Mataram, ada sekitar tujuh pasar tradisional yang menjual beras SPHP dengan kisaran harga Rp 58 ribu sampai Rp 60 ribu per kantung.
"Beras SPHP ini dikirim ke pasar tradisional ke mitra. Sekali seminggu dikirim, dengan masing-masing mitra 1 ton beras SPHP. Misalkan saja di Pasar Kebon Roek ada 21 mitra, jadi ada 21 ton (yang dikirim). Lalu di Pasar Sayang-sayang ada 9 mitra, Pasar Mandalika ada 20 mitra, dan beberapa pasar lainnya," tandas Nida.
(hsa/hsa)