Kuota rumah subsidi di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 2024 turun sebesar 28 persen. Dari 209 ribu rumah pada 2023 menjadi 166 ribu rumah pada 2024. Padahal, angka backlog atau kebutuhan rumah tangga yang belum memiliki rumah sebanyak 204 ribu keluarga.
Ketua DPD Asosiasi Pengembang dan Perumahan Seluruh Indonesia (Apersi) NTB, Ismed Fathurrahman Maulana, mengatakan jumlah kuota rumah subsidi berbanding terbalik dengan jumlah backlog rumah atau rumah tangga yang belum memiliki rumah.
"Dari data kami yang masuk progam Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) ada 127 ribu belum punya rumah. Tapi sesuai data Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) ada 204 ribu backlog perumahan belum bisa terpenuhi di NTB," kata Ismed dalam Rapat Kerja Daerah DPD Apersi NTB 2024 yang mengusung tema Sinergitas Hulu Hilir Keberlangsungan Rumah MBR di Senggigi, Lombok Barat, Rabu siang (22/5/2024).
Menurut Ismed, dalam Rakerda Apersi akan dipetakan permasalahan perumahan dari hulu hingga hilir. "Karena membangun perumahan itu tidak lepas dari regulator atau perizinan di masing-masing daerah," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ismed mengungkapkan pembangunan rumah subsidi di NTB masih terkendala dengan Perda Nomor 3 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Dalam RTRW tersebut developer atau pengembang masih terhalang dengan jumlah Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) di NTB.
"LSD ini sebuah tantangan developer di NTB terutama jumlah persawahan yang masuk ke dalam LSD," katanya.
Menurut Ismed, Perda RTRW perlu direvisi dan diperbaharui untuk memenuhi backlog yang mencapai angka 204 ribu tersebut.
"Perda RTRW Tahun 2011 ini tidak relevan lagi jadi dasar developer melakukan pengembangan. Karena di sana kan masih besar LSD-nya. Oleh karena itu, kami mendorong RTRW diajukan revisi ke Kemendagri," beber Ismed.
Pada 2024, Ismed melanjutkan, masyarakat yang belum memiliki rumah bersubsidi akan diberikan subsidi uang muka sebesar Rp 4 juta. Selain itu, konsumen rumah subsidi juga diberikan suku bunga oleh negara flat sebesar 5 persen sampai angsuran akhir.
"Subsidi ini murni diberikan kepada konsumen. Untuk kami developer hanya mendapatkan impact besarnya konsumen jadi lebih banyak. Dari sisi bantuan kami hanya dibantu untuk Pendataan Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum (PSU)," katanya.
Sementara itu, Ketua Umum DPP Apersi Pusat Junaidi Abdillah mengatakan Apersi berkomitmen membantu masyarakat NTB bisa mendapatkan rumah yang murah, khususnya rumah MBR.
Upaya Apersi dalam memberikan kontribusi, Junaidi melanjutkan, tidak bisa berjalan tanpa sinergi dan kolaborasi. Mulai sisi perizinan, pembiayaan, jaringan kelistrikan, hingga pertanahan.
"PR kita semua ke depan bagaimana proses dan pembiayaan MBR ini tidak dipersulit, saya berharap perbankan yang lain juga lebih fleksibel dalam mengurus pengajuan perumahan," ujarnya.
Di tempat yang sama, Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman NTB, Sadimin, mengatakan jumlah lahan siap bangun di NTB mencapai 3.000 hektare pada 2024. Menurutnya, banyak lahan sawah yang produktif di NTB dipakai membangun perumahan.
"Kemarin kami sudah lakukan inisiasi untuk kawasan siap bangun kawasan perumahan 10 hektare di Lombok Barat," kata Sadimin.
Untuk di NTB sendiri, Sadimin melanjutkan, pengembang hanya mampu membangun rumah subsidi sebanyak 5.900 unit dan nonsubsidi 1.900 unit pada 2023. Jumlah itu jauh dari target ketersediaan rumah di NTB.
"Kendalanya apa? Tentu kesulitan lahan. Rumah subsidi itu kan hanya di kisaran Rp 184 juta. Sekarang makanya kami dorong pembangunan jalan umum supaya tanah itu terjangkau ke area pembangunan perumahan," ucapnya.
Sadimin mengatakan rencana revisi Perda RTRW Tahun 2011 merupakan ranah dari Dinas PUPR NTB. Namun, proses revisi Perda tersebut telah masuk ke tahap proses konsultasi ke Kemendagri.
"Persisnya seperti itu," pungkasnya.
(hsa/hsa)