Apabila berlibur ke Bali, pasti tidak asing melihat gelang tridatu. Gelang ini mengandung makna religi bagi umat Hindu. Selain itu, gelang tersebut juga banyak diburu turis sebagai suvenir atau oleh-oleh dari Bali.
Untuk diketahui, gelang tridatu ini dibentuk dari rangkaian benang merah, hitam, dan putih, yang merupakan simbol manifestasi dari Sang Hyang Widhi. Karena terlihat ada peminatnya dari dalam maupun luar Bali, mulai bermunculan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang memproduksi gelang tridatu ini, salah satunya adalah Tutu and Co.
Pemilik Tutu & Co, Wiko Wikarta, mengatakan usahanya ini terinspirasi ketika melihat gelang tridatu banyak dipakai di Bali. Namun, dia melihat kualitas gelang tridatu tersebut kurang bagus alias cepat rusak. Sehingga dia melihat peluang bisnis dari sana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Awalnya karena banyak orang yang pakai gelang Tridatu di Bali dan merupakan ciri khas Bali, tetapi kualitas masih jelek. Kenapa tidak dibuat saja gelang yang lebih baik, dari segi bahan, kualitas, dan pengerjaannya," ungkapnya saat dihubungi detikBali, Sabtu (13/1/2024).
Wiko menilai peluang bisnis gelang tridatu saat ini bagus. Sebab gelang tridatu menjadi ciri khas Bali yang bisa dijadikan oleh-oleh dan bisa digunakan siapa saja.
"Gelang ini dijual kisaran harga Rp 40 ribu sampai Rp 75 ribu per-item, tergantung promo dari masing masing e-commerce," tuturnya.
Pembeli tak hanya dapat membeli barang dengan model yang sudah ada. Namun juga bisa memesan sesuai keinginan, seperti bisa memilih warna yang diinginkan dan bisa disesuaikan ukurannya. Wiko juga menyebut usahanya tidak hanya menjual gelang saja, namun juga ada cincin maupun kalung.
"Untuk yang membedakan kami dengan yang lainnya adalah bahan yang digunakan kami premium dalam arti kualitas yang lebih baik (tidak luntur warnanya, tahan lama, tidak melar) dan pastinya dibuat secara handmade oleh perajin kami (selalu dijaga kualitas pengerjaannya)," bebernya.
Wiko menuturkan segmen pasarnya berada di usia produktif, sekitar 17 sampai 35 tahun. Secara penjualan cakupannya nasional, dari Sabang sampai Merauke.
Dengan bantuan dari e-commerce dengan persentase masih lebih besar di luar Bali, yakni 65 persen sampai 70 persen. "Kebanyakan dari Jawa, Jakarta, Medan, dan Makassar," ujarnya.
Pengusaha yang sudah memulai usahanya dari 2019 ini mengaku tantangannya utama adalah mencari perajin. Lantaran stigmanya masih kurang baik di mata masyarakat, padahal menurutnya pekerjaan ini cukup menjanjikan.
"Yang kedua adalah kepercayaan terhadap brand dan produk lokal itu sendiri," sebutnya.
Untuk menjaga bisnisnya tetap bertahan, Wiko menjalin kerja sama dengan beberapa hotel dan toko retail. Di setiap akhir pekan, dia menugaskan perajinnya ke toko retail agar pembeli dapat melihat secara langsung pembuatan gelang tridatu.
"Banyak juga customer kami yang berkunjung ke workshop kami untuk melihat proses produksi kami," ujarnya.
Selain itu, untuk mengembangkan usahanya, Wiko mengaku sudah berkolaborasi dengan beberapa perajin. Salah satunya adalah para perajin silver di Bali dan warga lokal Bali lainnya untuk bisa berkontribusi dalam pembuatan produk gelang tridatu ini.
(nor/hsa)