Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali akan mengkaji ulang soal spa yang masuk dalam kategori hiburan dalam urusan pungutan pajak. Padahal, spa Bali dikenal dengan sarana kebugaran, bukan penghibur.
"Yang menjadi permasalahan mengapa spa ini masuk sebagai hiburan. Berarti penghibur dong spa ini? Itu mengapa kok spa masuk sebagai (pajak) hiburan," kata Kepala Dinas Pariwisata Bali Tjok Bagus Pemayun saat dihubungi wartawan, Sabtu (6/1/2024).
Padahal, kata Pemayun, Balinese spa adalah kearifan lokal yang sarat akan nilai budaya. Dia takut nilai atau kearifan lokal yang ada di dalamnya justru pudar karena salah kaprah dalam menentukan kategori pungutan pajak.
Pemprov Bali juga khawatir jika spa Bali tak terlindungi, maka terapis-terapis lokal akan diambil oleh orang luar Bali. Menurutnya, Bali selalu menjadi destinasi spa terbaik di dunia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kan di Undang-Undang Pariwisata, dia (spa) sebagai kebugaran di Kemenkes, bukan penghibur," tegasnya.
Hal tersebut diungkapkan Pemayun menanggapi kenaikan pajak hiburan menjadi 40 persen. Spa termasuk di dalamnya.
Dia menilai, kenaikan pajak itu tentu cukup memberatkan pelaku usaha spa. "Iya, khususnya spa yang di luar fasilitas hotel ya. Kan banyak di luar (hotel) itu," tuturnya.
Pemayun berharap undang-undang terkait spa masuk dalam kategori hiburan bisa direvisi. Dia masih heran dan mempertanyakan mengapa harus dikategorikan sebagai hiburan.
(dpw/dpw)