Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) melakukan sidak minyak goreng di Pasar Badung, Bali, menyusul ancaman pengusaha ritel memboikot penjualan minyak goreng.
Wakil Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN Firman Turmantara Endipraja mencatat sekitar 40 peritel yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) akan memboikot penjualan minyak goreng.
Rencana itu terendus sebulan lalu berasal dari polemik pembayaran selisih harga minyak goreng (rafaksi) sebesar Rp 344 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Upaya memboikot ini efektif untuk menekan, dalam tanda petik untuk tanggung jawab pemerintah membayar utangnya. Tapi, di sisi lain, menurut saya ini kurang bijak dengan menyandera konsumen dan menekan pemerintah. Jangan begitulah," ujar Firman, Senin (22/5/2023) sore.
Pasalnya, ia menyebut komoditas minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat selama ini dan belum ada komoditas penggantinya.
"Komisioner BPKN juga khawatir, jangan-jangan komoditas lain nasibnya bisa begini juga. Sekarang minyak goreng dan besok dan lusa komoditas apa lagi?" imbuhnya.
Dalam sidak tersebut, Firman menilai rencana pemboikotan minyak goreng belum mengindikasikan kelangkaan pasokan di Pasar Badung.
Namun, kata Firman, dari obrolan singkatnya dengan salah satu pedagang ditemukan fakta minyak goreng merek MinyaKita rata-rata dijual Rp 15 ribu-Rp 17 ribu per liter. Padahal, HET atau harga eceran tertingginya hanya Rp 14 ribu per liter.
Hal ini juga akan disampaikan dalam rapat pleno di BPKN, sehingga dapat segera ditemukan akar permasalahannya, sekaligus mencari rekomendasi untuk mengatasi aksi boikot dari pengusaha ritel.
Sidak, sambung Firman, juga dilakukan oleh tim komisioner lainnya di seluruh Indonesia sejak sebulan lalu dan setiap daerah biasanya akan dipilih satu lokasi sebagai lokasi sidak.
(BIR/nor)