I Nengah Sari Cukup terpaksa menjadi pengemis lantaran tercekik kondisi ekonomi. Warga Dusun Munti Gunung Tengah, Desa Tianyar Barat, Karangasem, Bali, ini mengemis di Kota Denpasar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Dulu, terpaksa mengemis karena di sini tidak ada yang bisa dikerjakan," kenangnya lirih kepada detikBali, Senin (27/2/2023).
Dari mengemis, pria berusia 50 tahun itu sempat mengantongi Rp 100 ribu-Rp 200 ribu per hari. Uang itu kemudian digunakan untuk membeli kebutuhan hidup seperti makanan dan minuman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sari menjadi pengemis sejak kecil. Saat itu, dia kerap diajak orang tuanya ikut menjadi peminta-minta.
Sari berhenti mengemis pada 2019. Saat itu, dia mengikuti program Desaku Menanti yang digagas oleh Kementerian Sosial (Kemensos). Progam itu diluncurkan untuk mengatasi masalah gelandangan dan pengemis berbasis desa.
Sari lalu banting setir menjadi petani. Bahkan, dia sempat menjual hasil kerajinan tangan, seperti tamas atau sarana untuk membuat banten dalam upacara Hindu Bali yang terbuat dari daun lontar, dan canang ceper.
Sayangnya, saat pandemi COVID-19 merebak, kerajinan tangan Sari terimbas. Dagangannya tak laku dijual. Dia putus asa dan akhirnya kembali mengemis.
"Saya malu, sebenarnya, tapi apa boleh buat? Hanya itu yang bisa saya lakukan demi bertahan hidup," kenang Sari.
Seiring menurunnya penularan COVID-19, Sari kembali berdagang tamas dan canang ceper. Kini, omzet yang dikantonginya bisa mencapai Rp 5 juta.
Menurut Sari, meski untungnya sedikit, tapi cukup untuk membiayai kehidupan sehari-hari. "Daripada harus kembali mengemis," ujarnya.
Cerita serupa datang dari Ni Wayan Nyangluh. Warga Munti Gunung Tengah ini sempat berjualan roti dan donat. Namun, dagangannya tidak laku sehingga ia menjadi pengemis.
Baca juga: Lintang-pukang Tangani Pengemis |
Nyangluh kemudian turun ke jalan menjadi peminta-minta di Gianyar. Perempuan berusia 46 tahun ini bisa mendapatkan Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu per hari dari mengemis.
Kini, Nyangluh menjadi perajin tamas dan canang ceper. Bahkan, barang dagangannya dijual hingga Gianyar. Jika dagangannya habis, ia bisa mendapat Rp 3 juta hingga Rp 3.5 juta.
Kepala Dusun Munti Gunung Tengah I Made Merta tidak menampik masih ada warganya yang bertahan menjadi pengemis. Namun, jumlahnya kini berkurang dibandingkan sebelumnya.
Dari 275 keluarga di Dusun Munti Gunung Tengah, sekitar 25 persen di antaranya masuk kategori miskin. Namun, jumlah tersebut jauh berkurang dari lima tahun lalu. Saat itu, 40 persen warga Dusun Munti Gunung Tengah merupakan penduduk miskin.
"Dengan berkurangnya angka kemiskinan, jumlah pengemis juga menurun. Saat ini, mungkin jumlahnya hanya sekitar dua atau tiga orang (pengemis). Itu pun warga yang masih tinggal di bagian atas," tutur Merta.
(BIR/gsp)