Pohon Natal di Rumah Khalwat Tegaljaya, Desa Dalung, Kuta Utara, Badung, tahun ini menarik perhatian. Pohon setinggi 7 meter itu mengusung konsep unik dengan memanfaatkan keranjang pindang dan anyaman daun kelapa kering atau blarak.
Ide tersebut lahir secara tidak sengaja. Konseptor pohon Natal, I Nyoman Suarma (55), mengaku gagasan itu muncul saat dirinya rutin mengantar sang istri ke pasar dan melihat tumpukan keranjang pindang.
"Karena saya ini setiap pagi nganter istri ke pasar. Kok ada ide, kenapa ndak ini (keranjang). Saya ajukan, ternyata respon bagus. Akhirnya coba," kata Suarma, Senin (22/12/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk merealisasikan konsep tersebut, Suarma menghabiskan total 80 keranjang pindang yang dipesan dari Desa Pengotan, Bangli. Selain itu, hampir 120 lembar blarak didatangkan dari Gerih, Abiansemal.
Pengumpulan bahan menjadi tantangan awal. Prosesnya memakan waktu sekitar tiga minggu sebelum perakitan bisa dimulai.
"Yang kedua itu pemesanan. Itu sudah satu bulan kami mencari-cari. Setiap yang jual pindang itu kita tanya, lalu mengarahkan ke Palak Tiing Pengotan Bangli," jelasnya.
Pohon Natal setinggi 7 meter dengan diameter 4 meter ini dikerjakan selama dua bulan penuh, terhitung sejak 4 Oktober. Proses pengerjaan melibatkan enam orang tenaga kerja.
Pohon Natal setinggi 7 meter berbahan keranjang pindang di Rumah Khalwat, Dalung, Badung. Foto: Agus Eka/detikBali |
Aspek keselamatan menjadi perhatian utama karena pengerjaan dilakukan di ketinggian. Keranjang-keranjang disusun pada kerangka besi permanen setinggi 7 meter yang sudah berdiri sejak 10 tahun lalu.
"Ketinggian 7 meter Rangkanya itu sudah ada. Kendalanya ya kalau pas ketinggiannya itu," ujar Suarma.
Kendala lain muncul saat proses penataan. Keranjang pindang yang digunakan memiliki ukuran berbeda-beda, sehingga menyulitkan penyusunan agar terlihat acak namun tetap rapi.
Suarma menjelaskan, keranjang-keranjang tersebut dicat kuning, disusun di atas kerangka besi, lalu dihiasi blarak dan lampu berbentuk bintang.
"Karena ini, kita keranjang itu kan tidak sama ukurnya. Nah, kita kan maunya tidak diatur gitu, diacak. Itu ternyata susah juga karena keranjangnya itu bulatnya berbeda," tambahnya.
Suarma mengatakan, pergantian konsep pohon Natal dilakukan setiap tahun agar selalu menghadirkan hal baru. Upaya tersebut sekaligus menjadi cara memperkenalkan produk lokal kepada masyarakat.
Sebelumnya, konsep pohon Natal di lokasi ini pernah menggunakan bunga krisan, sepatu bekas, hingga hasil bumi seperti jagung, padi, dan kelapa.
"Sebab kan tidak kita tampilkan yang itu-itu saja. Sambil kita memperkenalkan juga kan produk dari masyarakat," tutup I Nyoman Suarma.
(dpw/dpw)











































