detikBali

Nusron Minta Warga Bali ke Luar Pulau, Ini Riwayat Transmigrasi di Indonesia

Terpopuler Koleksi Pilihan

Nusron Minta Warga Bali ke Luar Pulau, Ini Riwayat Transmigrasi di Indonesia


Trimina Klara - detikBali

Petani memanen padi beras merah hasil pemupukan dengan menggunakan teknologi drone saat tradisi panen raya di Desa Jatiluwih, Tabanan, Bali, Senin (9/6/2025). Petani mengaku, dengan menggunakan pupuk organik cair yang disebarkan oleh drone membuat hasil pemupukan lebih merata sehingga membuat hasil panen membaik dan minim serangan hama tikus. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/bar
Ilustrasi. (Foto: ANTARA FOTO/NYOMAN HENDRA WIBOWO)
Daftar Isi
Denpasar -

Program transmigrasi kembali mengemuka setelah Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid meminta warga Bali bersiap untuk bertransmigrasi ke luar pulau. Lantas, bagaimana sejarah program transmigrasi di Indonesia?

Transmigrasi adalah program memindahkan penduduk dari wilayah padat ke wilayah jarang penduduk. Program ini bertujuan untuk penyebaran atau pemerataan penduduk dan tenaga kerja hingga pembukaan serta pengembangan daerah produksi dan pertanian.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat ini urusan transmigrasi ditangani langsung oleh Kementerian Transmigrasi sesuai Peraturan Presiden Nomor 172 Tahun 2024. Sebelumnya, program transmigrasi merupakan bagian dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.

Simak riwayat kebijakan transmigrasi di Indonesia dari masa kolonial hingga era Reformasi seperti dirangkum detikBali berikut ini:

ADVERTISEMENT

Transmigrasi di Masa Kolonial

Program perpindahan penduduk di Indonesia sudah dimulai sejak zaman kolonial Belanda pada awal abad ke-20. Program transmigrasi saat pemerintahan Hindia Belanda dikenal dengan sebutan kolonisatie.

Kala itu, Pulau Jawa mengalami overpopulation yang mengakibatkan ekonomi pertanian bertumpu pada lahan sempit. Pemerintah Kolonial pun membuat kebijakan kolonisatie dengan memindahkan keluarga-keluarga dari Jawa ke Sumatera.

Program ini pertama kali diberlakukan untuk 155 kepala keluarga dari Kabupaten Karanganyar, Kebumen, Purworejo, dan Keresidenan Kedu. Ratusan warga itu dipindahkan ke daerah Gedong Tataan, Keresidenan Lampung, pada November 1905.

Proses transmigrasi kala itu dipimpin langsung oleh Asisten Residen HG Heijiting. Ia menjadi orang pertama yang ditugaskan pemerintah kolonial untuk memikirkan solusi pemerataan penduduk di Hindia Belanda.

Dalam rentang tahun 1905-1911 pemerintah kolonial Belanda berhasil memindahkan setidaknya 4.800 orang. Kemudian, pada 1911-1929 ekspedisi diperluas dan sekitar 19.500 orang berhasil dipindahkan.

Program transmigrasi berganti nama menjadi 'kokuminggakari' saat masa pendudukan Jepang. Hanya saja, bukan keluarga yang dipindahkan. Melainkan per orangan atau individu. Perpindahan penduduk yang awalnya sukarela berubah menjadi pemaksaan.

Penduduk yang dipindahkan saat era penjajahan Jepang dipekerjakan untuk menyediakan bahan pangan dan menambah kekuatan militer Jepang. Kokuminggakari hanya berhasil dilaksanakan satu kali dengan memindahkan sekitar 31.700 penduduk Pulau Jawa ke Lampung pada 1943.

Transmigrasi di Era Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi

Istilah transmigrasi baru dikenal sejak era pemerintahan Orde Lama, tepatnya pada 1950. Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) menyebutkan transmigrasi bertujuan untuk penyebaran penduduk dan tenaga kerja hingga pembukaan dan pengembangan daerah produksi dan pertanian.

Pemberangkatan warga transmigran pertama pada era Orde Lama dilakukan pada Desember 1950. Warga dari Pulau Jawa dipindahkan ke Lampung.

Pada periode 1950-1959, pemerintah sudah berhasil memindahkan setidaknya 22.360 orang. B anyak penduduk di era Orde Lama yang antusias untuk pindah, bahkan bersedia berangkat menggunakan biaya sendiri. Mereka hanya perlu melapor untuk mendapatkan bagian lahan dan bantuan lainnya.

Kebijakan transmigrasi pada era Orde Baru masuk dalam program Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Melalui program Pelita I-IV, program ini berjalan lancar dan terus meningkat.

Dilansir dari laman resmi Kementerian Transmigrasi, kebijakan transmigrasi pada Pelita I dikaitkan dengan usaha pembangunan pedesaan dan pertanian. Pada Pelita II, transmigrasi juga memberi kesempatan bagi kalangan veteran melalui program Biro Rekonstruksi Nasional (BRN). Pemerintah memberangkatkan transmigran sebanyak 204 ribu orang pada periode Repelita ke-2 (1974-1979).

Pada Pelita III, orientasi transmigrasi adalah persebaran penduduk untuk membantu pembangunan daerah asal dan daerah transmigrasi. Sebanyak 204 ribu orang mengikuti transmigrasi pada periode Repelita ke-2 (1974-1979). Kemudian 500 ribu keluarga pada 1979-1983.

Sementara itu, Repelita ke-4 pada Oktober 1985 memberangkatkan sebanyak 350.606 keluarga atau 1.163.771 orang. Program transmigrasi pada era Orde Baru juga melahirkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian yang kemudian diubah melalui Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian.

Memasuki Era Reformasi hingga kini, transmigrasi sudah banyak mengalami perubahan. Program ini tidak lagi menitikberatkan pada penyebaran tenaga kerja, tetapi lebih mendukung pembangunan daerah.

Rencana Menteri Nusron Memindahkan Warga Bali

Sebelumnya, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid meminta warga Bali untuk siap-siap bertransmigrasi ke luar Pulau Dewata. Ia meminta warga dari Bali mengurus lahan pertanian di luar pulau. Nusron menyebut program transmigrasi menjadi salah satu upaya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan.

Pernyataan itu disampaikan Nusron dalam sambutannya saat Rapat Koordinasi Akhir Gugus Tugas Reforma Agraria di Kantor Gubernur Bali, Denpasar, 26 November lalu. Pertemuan itu diikuti kepala daerah se-Bali, termasuk Gubernur Bali Wayan Koster.

"Jadi Pak Gubernur, kita siap-siap. Pak Gubernur, warga Bali harus ada yang disiapkan untuk transmigrasi lagi untuk mengelola lahan yang di luar Bali," kata Nusron.

Nusron mencontohkan beberapa lahan pertanian di luar Bali yang perlu dikelola seperti Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, hingga Papua. Menurutnya, Presiden Prabowo Subianto ingin membangkitkan program transmigrasi.

"Pak Presiden tegas, saat ini pemerintah kalau tidak ada (masyarakatnya) datangkan dari Jawa, dari Bali, program transmigrasi dihidupkan lagi dengan dikasih garapan pertanian di luar Jawa yang lebih menjanjikan," jelasnya.

Nusron mengatakan pemerintah menargetkan daerah-daerah tersebut dapat menyediakan 3 juta hektare dalam lima tahun ke depan. Ia mengeklaim program transmigrasi itu selaras dengan program reforma agraria.




(iws/iws)











Hide Ads