DPRD Bali menyoroti penggunaan istilah 'Upacara Adat' dalam Raperda Perlindungan Pantai yang dinilai janggal dan berpotensi menimbulkan tafsir berbeda di lapangan. Kritik itu mencuat saat fraksi-fraksi menyampaikan pandangan umum dalam Rapat Paripurna ke-15 di Kantor Gubernur Bali, Senin (1/12/2025).
Fraksi Gerindra-PSI menilai penggunaan istilah pada judul Raperda perlu dikaji ulang, khususnya frasa "Kepentingan Upacara Adat".
"Pertanyaannya sederhana, apakah adat punya upacara? Bukankah sebutan upacara ditujukan pada upacara agama (Hindu), demikian juga dengan penggunaan kata 'kepentingan' karena konotasinya lebih bersifat subjektif karena berbeda antar individu, juga dapat berubah dalam situasi dan waktu tertentu," ungkap I Ketut Mandia sebagai pembaca mewakili Fraksi Gerindra-PSI.
Fraksi Gerindra-PSI juga menekankan pentingnya penetapan sempadan pantai (green belt) sebagai program prioritas mitigasi bencana. Selain itu, mereka menyoroti belum adanya definisi operasional dalam Ketentuan Umum Pasal 1, rumusan norma yang dinilai masih kabur hingga perlunya pasal tambahan. Mereka juga mendorong penyusunan peta digital berbasis kajian geomorfologi, ekologis, dan adat untuk menghindari perbedaan interpretasi di lapangan.
Fraksi PDI Perjuangan memfokuskan pandangan pada urgensi penetapan batas sempadan pantai, mekanisme perizinan yang transparan, regulasi tegas terhadap aktivitas komersial yang dinilai dapat mengganggu fungsi adat maupun ekologi pantai, serta perlindungan akses masyarakat pesisir.
"Perlu untuk menggarisbawahi penguatan peran desa adat, desa, dinas, masyarakat pesisir dan dukungan Instrumen Pemerintah Daerah dalam proses pengawasan dan pengelolaan ruang pantai," menurut Fraksi PDIP dalam sesi mereka di rapat tersebut.
PDIP bersama Golkar menilai nilai-nilai kearifan lokal Sad Kerthi harus diwujudkan untuk menjamin hak masyarakat dalam menjalankan ritual keagamaan, aktivitas adat, sosial, dan ekonomi lokal.
Fraksi Golkar menekankan peran Satpol PP dalam mengawal implementasi dan penegakan sanksi, termasuk pelaksanaan monitoring dan evaluasi karena muatan Raperda dinilai sangat spesifik.
Di sisi lain, Golkar mempertanyakan perbedaan antara Pergub No. 24 Tahun 2020 tentang perlindungan danau, mata air, sungai, dan laut dengan Raperda yang kini dibahas.
"Mengapa saudara Gubernur membuat Raperda spesifik seperti ini, apakah tidak sebaiknya muatan materi Raperda ini dimuat dalam Pergub ini dan Pergub dijadikan Perda?" ungkap Agung Bagus Pratiksa Linggih.
Pandangan serupa datang dari Fraksi Demokrat-NasDem yang menilai pengaturan semestinya tidak hanya meliputi pantai dan sempadan pantai, tetapi juga danau, sungai, sempadan sungai, dan tebing.
Simak Video "Video DPRD Bali Sidak Kawasan Tahura: Ada Pabrik Beton-Rumah Warga"
(dpw/dpw)