Masyarakat Desa Adat Jimbaran mendatangi Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali, Rabu (5/11/2025). Mereka meminta DPRD Bali, khususnya Panitia Khusus (Pansus) Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (TRAP), untuk mengecek tanah PT Jimbaran Hijau yang menghalangi akses menuju pura.
Bendesa Adat Jimbaran, I Gusti Made Rai Dirga Arsana Putra, mengungkapkan masyarakat desa selama ini jika ingin sembahyang ke pura harus izin terlebih dahulu kepada petugas keamanan perusahaan. Hal itu memberikan kesan kurang nyaman bagi masyarakat.
"Jawaban dari pihak PT selalu tidak pernah menghalangi orang bersembahyang, tetapi faktanya jalannya dirusak, di depan dipasangi portal, kunci, jadi harus izin," kata Dirga saat ditemui di Kantor DPRD Bali.
Perlakuan tersebut, jelas Dirga, sudah terjadi sejak 15 tahun terakhir. Berdasarkan hasil musyawarah Desa Adat Jimbaran pada 2014, tidak ada yang boleh menandatangani perpanjangan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB).
"Seharusnya kalau tanah itu diserahkan 1994, SHGB berakhir 2019. Setelah 2019 kami coba kirim surat ke Jimbaran Hijau, tetapi responsnya tidak pernah diberikan," beber Dirga.
Masyarakat Desa Adat Jimbaran, tegas Dirga, menginginkan agar tanah tersebut dikembalikan ke negara karena status SHGB-nya telah habis. Ia berharap negara dapat hadir untuk mengambil keputusan sesuai aturan.
"Kalau kami di desa adat kan nggak bisa ambil keputusan apa-apa. Mudah-mudahan pansus bisa merekomendasikan bagaimana tindakan yang harus diambil," harap Dirga.
Dirga mengungkapkan Desa Adat Jimbaran sudah berkirim surat kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait masalah tersebut. Namun, BPN belum memberikan jawaban.