Penelitian Terbaru, Konsumsi Mi Berlebihan Dapat Ganggu Metabolisme Tubuh

Internasional

Penelitian Terbaru, Konsumsi Mi Berlebihan Dapat Ganggu Metabolisme Tubuh

Sonia Basoni - detikBali
Minggu, 26 Okt 2025 22:40 WIB
a bowl of noodles
Foto: Ilustrasi mi instan. (Getty Images/iStockphoto/Supersmario)
Jakarta -

Mengonsumsi mi berlebihan ternyata bisa berdampak buruk bagi kesehatan. Fakta ini berdasarkan hasil penelitian terbaru asal Korea Selatan. Padahal, mi menjadi salah satu makanan terpopuler di Asia.

Dilansir dari detikFood, studi yang diterbitkan dalam Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition ini menemukan kaitan kuat antara kebiasaan makan mi dalam jumlah tinggi dan meningkatnya risiko sindrom metabolik, sekelompok kondisi yang dapat memicu penyakit jantung, strok, dan diabetes tipe dua.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penelitian tersebut menganalisis data dari 10.505 orang dewasa Korea yang dikumpulkan melalui Korea National Health and Nutrition Examination Survey periode 2012-2016. Para peneliti menggunakan kuesioner frekuensi makan yang mencakup 112 jenis makanan untuk menilai pola konsumsi mi peserta.

Hasilnya, kelompok dengan konsumsi mi tertinggi memiliki risiko 48% lebih besar mengalami sindrom metabolik dibandingkan mereka yang jarang mengonsumsi. "Kami juga menemukan peningkatan signifikan pada kadar trigliserida dan lemak perut di kelompok yang lebih sering makan mi," ungkap tim peneliti dalam laporan tersebut.

ADVERTISEMENT

Para ahli menjelaskan sebagian besar mi dibuat dari tepung terigu yang rendah serat dan nutrisi. Kandungan karbohidrat olahan yang tinggi juga membuat mi memiliki indeks glikemik tinggi yang menyebabkan lonjakan gula darah dan peningkatan kadar insulin secara cepat.

"Pola makan dengan indeks glikemik tinggi sudah lama dikaitkan dengan kenaikan berat badan, peningkatan kadar gula darah, serta penurunan kolesterol baik (HDL)," kata Lee Hye-jin, ahli gizi dari Seoul National University.

Selain itu, kandungan natrium dalam mi instan dan berkuah, seperti ramen, cenderung tinggi. Analisis dari 17 penelitian yang melibatkan lebih dari 66 ribu orang menunjukkan konsumsi garam berlebih dapat meningkatkan risiko sindrom metabolik hingga 37%.

"Kelebihan garam menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan tekanan darah yang menjadi faktor utama pemicu resistansi insulin," tambah Lee.

Meski begitu, para ahli menekankan mi tidak harus dihindari sepenuhnya. Kuncinya adalah pengaturan porsi dan cara penyajiannya. Mi berbahan gandum utuh atau soba bisa menjadi pilihan lebih sehat karena mengandung lebih banyak serat dan indeks glikemik yang lebih rendah.

Para ahli juga menyarankan untuk mulai mengurangi konsumsi mi instan serta menambahkan sayuran dan sumber protein yang dapat membantu menjaga keseimbangan gizi.

"Tidak ada yang salah dengan menikmati semangkuk mi sesekali," ujar Lee. "Namun, ketika mi menjadi makanan utama sehari-hari tanpa keseimbangan nutrisi lain, di situlah risiko kesehatan mulai meningkat," jelasnya.

Artikel ini telah tayang di detikFood. Baca selengkapnya di sini!




(iws/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads