Sekeping Ingatan Malam Kelabu Bom Bali 1

Jejak Lampau

Sekeping Ingatan Malam Kelabu Bom Bali 1

Tim detikBali - detikBali
Sabtu, 11 Okt 2025 07:00 WIB
Petugas polisi memeriksa reruntuhan klub malam yang hancur akibat ledakan bom di Kuta, Bali, Minggu (13/10/2002).
Petugas memeriksa reruntuhan klub malam yang hancur akibat ledakan bom di Kuta, Bali, Minggu (13/10/2002). (Foto: AP Photo)
Denpasar -

Duarrrr! Tiga bom mengguncang Pulau Dewata dalam satu malam, 12 Oktober 2002. Ingar bingar pesta di kelab malam Sari Club dan Paddy's Pub, Kuta, mendadak mencekam. Di lokasi lainnya, bom meledak di dekat Konsulat Amerika Serikat, kawasan Renon, Denpasar.

Malam itu, Jennifer Ann Murphy datang ke Sari Club untuk sekadar bersenang-senang seusai berjemur dan berenang di Pantai Kuta. Turis Australia itu hanya pergi berdua bersama koleganya, Nicole Maree Harrison.

Namun, serangan teroris membuat rencana pelesiran dua perempuan asal Negeri Kanguru itu berantakan. Jennifer dan Nicole tewas dalam tragedi yang kelak dikenal sebagai Bom Bali 1 tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bom Bali telah menyakiti perasaan banyak orang. Kehilangan anggota keluarga dalam tragedi itu sulit," tutur Chris Murphy, putra Jennifer, seusai meletakkan seikat bunga bersama anak dan istrinya di Tugu Peringatan Bom Bali, Legian, Kuta, pada 12 Oktober 2024.

Chris belum bisa menerima kenyataan bahwa ibunya menjadi salah satu dari 202 korban tewas dalam tragedi kemanusiaan itu. Ia berada di Australia saat ibunya menghabiskan waktu untuk berlibur di Bali bersama Nicole.

ADVERTISEMENT

"Ternyata ibu saya berada di waktu dan tempat yang salah. Saya tak pernah bisa benar-benar merelakan ibu pergi," tutur Chris.

Kesedihan serupa dirasakan Ni Luh Erniati. Hatinya perih. Serangan bom membuat perempuan berusia 53 tahun itu harus kehilangan suami tersayangnya, Gede Badrawan. yang merupakan kepala pelayan di Sari Club. Erni tak pernah membayangkan menjadi seorang janda dua anak.

"Kondisi psikis saya terpuruk karena merasa benar-benar sendirian. Membayangkan pun saya tidak pernah akan menjadi seorang janda," ujar Erni saat ditemui di daerah Sesetan, Denpasar, pada 7 Oktober 2023.

Warga dan turis asing mengevakuasi lokasi ledakan bom di Bali, Minggu (13/10/2002).Warga dan turis asing mengevakuasi lokasi ledakan bom di Bali, Minggu (13/10/2002). Foto: (AP Photo/Radar Bali)

Cerita Saksi Mata

Jatmiko Bambang Supeno adalah salah satu saksi mata saat bom meluluhlantakkan Kuta pada 12 Oktober 2002. Bartender Sari Club itu ingat betul suasana gemerlap dengan dentuman musik yang bertalu-talu dari sejumlah bar di kawasan Kuta beberapa saat sebelum petaka itu datang.

Bambang yang juga menjadi asisten manajer di kelab malam itu sibuk meracik minuman untuk tamu yang datang. Kala itu, pengunjung membeludak. Kata orang, malam minggu adalah malam yang panjang.

Sekitar pukul setengah sebelas malam, suara ledakan terdengar. Bambang masih tetap dengan kesibukannya sebagai bartender karena berpikir itu hanyalah suara gardu listrik yang kerap meledak.

"Di depan Sari Club itu ada gardu listrik, dari dulu sering meledak. Jadi, kami anggap biasa," kenang Bambang saat ditemui di Denpasar, 8 Oktober 2023.

Bambang mulai merasa aneh karena listrik di tempatnya bekerja justru tak padam. Belakangan, ia baru menyadari bahwa bom telah meledak di Paddy's Pub, tak jauh dari Sari Club.

Tak lama kemudian, suara ledakan lebih besar kembali terdengar. Cahaya di kelab yang tadi gemerlap seketika hitam kelam. Bambang berdebar dan berupaya meraba-raba di kegelapan saat tubuhnya tertindih reruntuhan bangunan.

"Mas Bambang, Mas Bambang! Lari ke belakang!" Sayup-sayup dia mendengar ada yang berteriak memanggilnya. Ternyata, bom meledak persis di depan Sari Club.

Salah satu korban selamat tragedi Bom Bali I, Jatmiko Bambang Supeno.Salah satu korban selamat tragedi Bom Bali I, Jatmiko Bambang Supeno. (Foto: I Wayan Sui Suadnyana/detikBali)

Kepanikan menyeruak. Bambang berlari ke belakang dan berupaya naik ke lantai dua tempatnya bekerja. Dia harus berhimpitan, sikut sana sikut sini dengan orang lain yang juga ingin menyelamatkan diri.

Tiba di lantai dua, mereka semakin gemetar karena api di mana-mana. "Ke mana kami mau lari? Di depan sudah terbakar semua," terang Bambang.

Pria kelahiran 1966 itu kemudian berinisiatif untuk meloncat dari lantai dua ke atap rumah warga di sebelah Sari Club. Dia tak punya pilihan selain meloncat atau mati konyol terpanggang di lantai dua tempatnya bekerja.

Suasana semakin mencekam, teriakan di tengah gelap malam masih terdengar. Bambang menyusuri gang-gang sempit di Kuta. Pikirannya saat itu adalah mencari jalan besar dan bergegas ke rumah.

Sementara itu, mayat-mayat bergelimpangan di depan Sari Club. Bau gosong menyengat hidung "Banyak mayat manusia yang gosong di Sari Club. Saya sempat lihat karena bisa jalan," ucap Bambang.

Sekitar pukul 03.30 Wita, Bambang tiba-tiba teringat dirinya pernah kos di Gang Poppies. Karena tak bisa pulang dan sepeda motornya tertimpa bangunan, Bambang akhirnya memilih ke tempat kos lamanya itu dengan berjalan kaki.

Tragedi bom Bali 12 Oktober 2002 menjadi peristiwa kelam yang terjadi di Indonesia. Insiden bersejarah tersebut menewaskan ratusan jiwa.Suasana pasca tragedi bom Bali 12 Oktober 2002. Foto: Getty Images/Edy Purnomo

Kedua tuan rumah kos di sana menangis sejadi-jadinya ketika melihat kedatangan Bambang. Suami-istri tuan rumah kos itu mengira bekas anak kosnya yang bekerja di Sari Club tersebut sudah tewas karena tragedi mengerikan itu.

"Tuan rumahnya dua-duanya itu nangis lihat saya. Nangis semua, dikira saya sudah mati," tutur Bambang bergetar sembari menyeka air mata dengan tisu.

Bambang lalu duduk di teras rumah milik tuan rumah kos. Napas masih terengah-engah. Seragam kerjanya kotor tak karuan.

Sekitar pukul 05.30, bapak kos menelepon istri Bambang. Melalui pembicaraan jarak jauh itu, sang istri tak percaya kalau Bambang selamat dari maut.

Bambang lantas dijemput oleh adiknya dan diantarkan ke kediamannya di Jalan Waturenggong, Kota Denpasar. Sesampainya di rumah, Bambang baru sadar banyak pecahan kaca yang menempel di kepalanya.

Pria yang sudah tinggal di Bali sejak 1987 itu bersyukur bisa selamat dari tragedi terorisme yang merenggut ratusan jiwa itu. Terlebih, saat itu anak ketiganya masih berusia 20 hari.

Dalang Bom Bali 1

Dalang dari tragedi memilukan ini telah divonis hukuman mati maupun hukuman seumur hidup. Empat teroris yang terlibat dalam tragedi Bom Bali I adalah Ali Imron, Amrozi, Imam Samudra, dan Ali Gufron. Mereka merupakan alumni Akademi Militer Mujahidin Afghanistan.

Diketahui, Ali Imron merupakan adik dari Amrozi dan Mukhlas. Peran Ali Imron dalam serangan Bom Bali 1 cukup vital. Ia menjadi koordinator lapangan (korlap) sekaligus perakit bom. Ia juga menjadi orang yang membawa mobil berisi bom ke Paddy's Pub.

Kumpulan foto file foto ini menunjukkan terpidana pelaku bom Bali Ali Ghufron alias Mukhlas (kiri), Imam Samudera (tengah) alias Abdul Aziz dan Amrozi (kanan) masing-masing selama persidangan mereka pada tahun 2003.Pelaku bom Bali Ali Ghufron alias Mukhlas (kiri), Imam Samudera (tengah) alias Abdul Aziz dan Amrozi (kanan). (Foto: Bay Ismoyo/AFP/Getty Images)

Ali Imron ditangkap pada 13 Januari 2003 di Pulau Berukang, Samarinda, Kalimantan Timur, saat diduga hendak melarikan diri ke Malaysia. Setelah ditangkap, Ali akhirnya mengaku sebagai pemilik senjata di hutan Dadapan, Solokuro, Lamongan.

Penyesalan Ali Imron akhirnya membuatnya membantu polisi menemukan tersangka terorisme lainnya, yakni jaringan Organisasi Jemaah Islamiyah (JI). Polisi kemudian menangkap satu per satu pimpinan organisasi itu.

"Saya merasa bersalah setiap kejadian bom di Indonesia. Karena saya salah satu yang mengobarkan semangat melakukan aksi jihad yang kami niatkan pada waktu itu," sesal Ali Imron saat ditemui detikcom di tahanan Polda Metro Jaya pada 2 April 2022.

Pada 18 September 2003, majelis hakim Pengadilan Negeri Denpasar memvonis Ali penjara seumur hidup setelah sebelumnya jaksa menuntutnya 20 tahun penjara. Belakangan, ia aktif membantu kepolisian dalam program deradikalisasi.

Pelaku Bom Bali I berikutnya adalah Amrozi bin H Nurhasyim. Amrozi saat itu bertugas sebagai pembeli bahan peledak dan mobil L-300 untuk membawa alat-alat pengeboman. Bahan kimia yang digunakan oleh Amrozi dan komplotannya dibeli di Toko Tidar Kimia milik Silvester Tendean, Surabaya.

Beberapa hari sebelum kejadian, bahan peledak itu dikirim ke Bali menggunakan jasa bus penumpang umum Surabaya jurusan Ubung, Denpasar, dalam empat kali pengiriman. Mobil L-300 juga dikirim ke Bali pada 12 Oktober 2002 dan diterima oleh Irman Samudra.

Amrozi ditangkap di Desa Tenggulun, Lamongan, Jawa Timur, pada 5 November 2002 atau sekitar satu bulan setelah tragedi Bom Bali I. Setelah melalui proses persidangan yang panjang, Amrozi divonis bersalah dan dihukum mati.

Murid dari Abu Bakar Ba'asyir ini menjalani hukuman mati pada 9 November 2008 sekitar pukul 00.15 WIB. Eksekusi dilakukan oleh tim eksekutor Kejaksaan Agung.

Pelaku Bom Bali I berikutnya adalah Imam Samudra alias Abdul Aziz. Pria kelahiran Lopang, Serang, Serang, Banten, pada 14 Januari 1969 ini merupakan lulusan Madrasah Aliyah Negeri. Ia sempat pergi ke Afganistan selama 2,5 tahun pada 1990.

Imam Samudra disebut sebagai aktor intelektual dalam tragedi Bom Bali I oleh pelaku lainnya, Amrozi. Ia menjadi koordinator yang membagikan tugas kepada masing-masing orang yang terlibat untuk pengeboman.

Imam Samudra ditangkap di sebuah bus di Pelabuhan Merak, Jawa Barat, pada 26 November 2002. Ia kemudian divonis mati pada 10 September 2003. Eksekusi mati Imam Samudra berbarengan dengan dua pelaku lainnya, yakni Amrozi dan Mukhlas pada 9 November 2008.

Pelaku berikutnya adalah Ali Gufron alias Mukhlas. Kakak dari Amrozi ini pernah menjadi guru di Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah. Pesantren ini didirikan oleh Ustaz Abu Bakar Baasyir dan Abdullah Sungkar.

Mukhlas bertugas sebagai penggalang dana pengeboman. Ia ditangkap di rumah Najib, Dukuh Mlandangan, Tulung, Klaten, Jawa Tengah, pada 3 Desember 2003 sekitar pukul 23.00 WIB saat tertidur di kamar tengah.

Mukhlas divonis mati oleh hakim bersama sang adik dan juga Imam Samudra. Eksekusi mati dilakukan pada 9 November 2008 di Nusakambangan. Mukhlas bersama kedua rekannya meminta agar mata mereka tidak ditutup agar bisa melihat peluru panas menuju jantungnya.

Serangan Terorisme Terparah di Indonesia

Tragedi Bom Bali 1 kelak dianggap sebagai serangan terorisme terparah dalam sejarah Indonesia. Tercatat 202 korban jiwa dan 209 orang lainnya mengalami luka-luka. Kebanyakan korban merupakan turis asing yang sedang berlibur di jantung pariwisata Bali itu.

Korban Bom Bali I terdiri dari 88 warga negara Australia, 38 warga Indonesia, 28 Inggris, 7 Amerika Serikat, 6 Jerman. Kemudian terdapat 5 orang warga Swedia, 4 Belanda, 4 Prancis, 3 Denmark, 3 Selandia Baru, serta 3 warga Swiss.

Ground Zero, monumen untuk mengenang tragedi Bom Bali 1 di Legian, Bali.Monumen Ground Zero atau Tugu Bom Bali 1 di Legian, Kuta, Bali. (Foto: I Nyoman Adhisthaya Sawitra/detikBali)

Tak hanya itu, perekonomian warga Bali yang bergantung pada industri pariwisata turut mati suri. Selama beberapa tahun setelah bom dahsyat itu meledak, para wisatawan ketakutan untuk berkunjung ke Bali.

Butuh waktu cukup lama bagi Bali untuk bangkit dari keterpurukan akibat bom dahsyat tersebut. Luka itu belum sembuh, tiga tahun setelah peristiwa Bom Bali 1, bom kembali mengejutkan Bali.

1 Oktober 2005 malam, bom kembali meledak di Raja's Bar Kuta, Menega Cafe, dan Nyoman Cafe Jimbaran. Sedikitnya 23 orang dilaporkan tewas dan 122 lainnya luka-luka akibat bom bunuh diri itu. Tragedi ini kemudian dikenal sebagai Bom Bali II.

Halaman 2 dari 5
(iws/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads