Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Denpasar mengingatkan para pelaku usaha soal peredaran dan bahaya obat bahan alam (OBA) mengandung bahan kimia obat (BKO). Kepala BBPOM di Denpasar, I Gusti Ayu Adhi Aryapatni, menjelaskan OBA mengandung BKO masih ditemukan secara nasional, termasuk di Bali.
Hasil intensifikasi pengawasan peredaran OBA 2024 secara nasional, dari 1.286 sarana distribusi, ditemukan OBA BKO sebanyak 42.679 pieces serta OBA tanpa izin edar (TIE) sebanyak 91.003 pieces dengan total nilai keekonomian sebesar Rp 1.774.236.462. Produk tersebut paling banyak ditemukan pada sarana depot jamu.
"(Masih marak) karena demand-nya masih tinggi dan ada. Kalau masyarakat masih mau mengonsumsi, pasti suplainya dengan segala cara," ujar Aryapatni seusai Bimtek Pelaku Usaha soal Obat Bahan Alam di kantornya, Senin (22/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Aryapatni, untuk di Bali, temuan ini justru banyak ditemukan di pedesaan. Kebanyakan obat yang dikonsumsi, seperti merek Montalin, Urat Madu, dan sebagainya.
Kebanyakan obat atau jamu yang dikonsumsi diklaim memiliki fungsi untuk mengatasi pegal linu, meningkatkan stamina pria hingga pelangsing. "Rata-rata alasan dikonsumsi karena mereka belum paham dan hanya ingin efeknya yang cepat, seperti obat kimia," ungkapnya.
Aryapatni menilai praktik penambahan BKO pada OBA tak hanya berdampak pada kesehatan, tetapi juga memiliki dampak lain. Salah satunya dapat memberikan pukulan telak bagi citra OBA sehingga dapat menghilangkan kepercayaan masyarakat. Praktik penambahan BKO pada OBA juga berpotensi menurunkan potensi ekonomi OBA serta menggeser paradigma masyarakat.
"Hal yang dilakukan untuk mencegah masuknya OBA BKO adalah membeli obat bahan alam yang berasal dari sumber tepercaya dan memastikan sebelum membeli produk OBA selalu melakukan Cek Klik. Pastikan produk OBA yang dibeli tidak masuk dalam daftar publik warning BPOM," jelas Aryapatni.
Pelaku usaha, jelas Aryapatni, juga memiliki tanggung jawab untuk memahami hingga menjaga keamanan OBA atau jamu tradisional. Hal ini diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (PerBPOM) Nomor 25 Tahun 2023 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat Bahan Alam serta PerBPOM Nomor 16 Tahun 2023 tentang Pengawasan Peredaran Obat Tradisional, Obat Kuasi, dan Suplemen Kesehatan.
"Jadi, mari kita jaga, jangan ditambahkan macam-macam lagi, cukup yang alami. Jangan nodai reputasi kepercayaan publik terkait obat tradisional ini dengan BKO," pinta Aryapatni.
(hsa/hsa)