Sejumlah sopir truk terjebak hingga 12 jam di Pelabuhan Gilimanuk imbas aksi demo yang dilakukan sopir truk di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur. Antrean kendaraan masuk ke pelabuhan bahkan semakin parah.
Berdasarkan pantauan detikBali pada Rabu (16/7/2025) siang, kendaraan sudah mengular hingga wilayah hutan Cekik atau berjarak sekitar 5,5 kilometer (km) dari Pelabuhan Gilimanuk. Jalur Gilimanuk-Singaraja juga terpantau macet sekitar 5 km dari pelabuhan yang didominasi oleh truk besar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya sudah terjebak dari pukul 01.00 Wita dini hari tadi. Sampai pukul 14.00 Wita juga belum naik ke kapal. Tadi padahal sekitar pukul 08.00 Wita sudah masuk wilayah pelabuhan," ungkap salah seorang sopir truk ekspedisi, Jainul (47), saat ditemui detikBali, Rabu (16/7/2025).
Pria asal Lumajang, Jawa Timur, ini menjelaskan kemacetan diduga terjadi akibat perdebatan di Pelabuhan Ketapang. Menurut informasi yang diterimanya, perdebatan diduga dipicu kebijakan baru setelah insiden KMP Tunu Pratama Jaya tenggelam.
"Ada kapal yang tidak memenuhi syarat, tidak diberikan berlayar. Katanya ada protes di Ketapang, infonya kurang jelas ribut di sana intinya," ujar Jainul.
Jainul menambahkan rekannya sesama sopir truk yang sudah naik kapal bahkan belum juga bisa sandar di wilayah Ketapang. "Semoga ada solusi. Penyebabnya karena ada kapal tenggelam mungkin diperketat, ada kapal dilarang beroperasi. Pengen cepat tidak kayak gini," tandasnya.
Sementara itu, personel Polres Jembrana, Polsek Gilimanuk, dan Dishub Jembrana tampak siaga di sepanjang jalan menuju Pelabuhan Gilimanuk. Di pertigaan Cekik, petugas terlihat sibuk melakukan buka tutup jalur untuk mencegah saling serobot kendaraan.
Kapolres Jembrana AKBP Kadek Citra Dewi Suparwati mengatakan antisipasi dilakukan terkait menumpuknya kendaraan di pelabuhan sebagai dampak dari situasi di Ketapang. Ia meminta pengguna jasa untuk bersabar dan mengikuti arahan petugas di lapangan agar pengaturan lalu lintas bisa berjalan lancar.
"Kami mengimbau agar para pengguna jasa untuk membeli tiket dan mengisi identitas lengkap sebelum keberangkatan," tandasnya.
15 Kapal LCT Dilarang Berlayar
Dilansir detikJatim, sebanyak 15 kapal jenis Landing Craft Tank (LCT) dilarang beroperasi di lintas penyeberangan Pelabuhan Ketapang-Gilimanuk. Larangan ini diterbitkan oleh Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melalui Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Tanjung Wangi.
Kebijakan itu tertuang dalam surat resmi bertanggal 14 Juli 2025, yang ditandatangani langsung oleh Kepala KSOP Tanjung Wangi, Purgana. Dalam surat tersebut disebutkan, penghentian operasional dilakukan demi menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran.
"Hasil pemeriksaan tim pejabat pemeriksa keselamatan kapal direktorat Jenderal Perhubungan Laut merekomendasikan 15 kapal yang saat ini beroperasi di Pelabuhan penyeberangan Ketapang-Gilimanuk untuk ditunda keberangkatannya sampai dengan dilakukan perbaikan serta memenuhi seluruh rekomendasi tersebut dan selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan ulang sampai seluruh temuan dapat dipenuhi dan kapal dalam kondisi laik layar," tulis Purgana dalam surat resmi.
Rekomendasi dikeluarkan setelah adanya pemeriksaan Rampcheck oleh pejabat pemeriksa keselamatan kapal Direktorat Jenderal Perhubungan Laut pada hari Kamis (10/7/2025) sampai Jumat (11/7/2025). Pemeriksaan ini dilakukan sebagai imbas dari kecelakaan laut yang terjadi pada KMP Tunu Pratama Jaya.
Diketahui, KMP Tunu Pratama Jaya merupakan kapal jenis LCT. Merujuk pada kebijakan di mana LCT tidak diperbolehkan untuk mengangkut penumpang, sehingga KMP Tunu Pratama Jaya mengubah kapalnya menjadi KMP.
Sementara itu, Dadang salah satu operator kapal jenis LCT yang dilarang beroperasi mengaku dirugikan dengan kebijakan yang mendadak tersebut. Kapal yang ia operasikan sudah tidak bisa beroperasi sejak Selasa (15/7/2025) pukul 22.00WIB.
"Dari malam saya tidak bisa beroperasi dan terpaksa parkir. Tapi kasihan ini sopir-sopir tidak bisa menyeberang," kata Dadang.
Menurut Dadang, sejak Selasa (15/7/2025) pukul 23.30 WIB puluhan sopir truk yang tidak bisa melanjutkan perjalanan demo menuntut dioperasikannya sebagian kapal LCT.
"Sudah dari Selasa malam sopir-sopir itu protes, kasihan mereka sampai demo karena memang dirugikan kalau mereka tidak jalan," pungkas Dadang.
Dadang mengaku tidak menolak kebijakan yang diberlakukan otoritas demi keamanan. Namun, ia berharap ada upaya persuasif yang dimulai dengan sosialisasi.
(nor/nor)