Saat melintas di Jalan Pulau Bali, Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Buleleng, Bali, akan terlihat rumah yang cukup besar. Rumah bergaya arsitektur China itu merupakan miliki seorang pejabat jaman kolonial Belanda bernama Kapitan Lie Ing Tjie.
Berlokasi tepat di sebelah SDN 7 Kampung Baru, rumah tersebut bersolek saat perayaan Imlek. Keturunan Kapitan sampai saat ini masih melestarikan rumah tersebut. Suasana Tahun Baru Imlek 2576 membuat rumah besar tersebut penuh dengan hiasan ornamen berwarna merah. Terlihat pula keluarga besar sembahyang dengan khusyuk.
![]() |
Steven Lie yang merupakan generasi kelima dari Kapitan Lie mengatakan tidak ada bukti sejarah tertulis mengenai rumah ini. Namun berdasarkan cerita turun-temurun, Kapitan Lie berasal dari China. Tidak diketahui pasti kapan ia tiba di Buleleng.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awal kedatangannya, Lie hanya seorang tukang cukur. Setelah tinggal di Buleleng, Lie memiliki langganan orang kaya yang tinggal di dekat kawasan yang dikenal saat ini sebagai Eks Pelabuhan Buleleng.
Lie pun jatuh hati dengan anak orang kaya tersebut yang dikenal sebagai Mak Gunung. Dia merupakan seorang janda anak satu. Dengan mahar emas seberat satu buah kelapa, Lie menikahi wanita tersebut.
"Lalu digunakan lah emas itu untuk membeli rumah di belakang. Rumah itu dulunya kelenteng kemudian dialih fungsikan menjadi rumah tinggal," kata Steven, Rabu (29/1/2025).
Dengan keuletan dan ketekunan dalam bekerja, menghantarkan Lie pada kesuksesan. Kabar kesuksesannya pun didengar oleh Pemerintah Belanda saat itu. Pemerintah Belanda kemudian mengangkat Lie sebagai Kapitan.
"Setelah menjadi kapitan baru dibangun rumah ini kalau tidak salah 1820-an itu mulai dibangun," jelas Steven.
![]() |
Setelah menjadi Kapitan, Lie menikah lagi dengan perempuan asal Surabaya bernama Tan Cuen Nyo. Dari pernikahan tersebut, Lie dikaruniai lima orang anak masing-masing bernama Lie Siong Kim, Lie Siong Kap, Lie Siong Yong, Lie Siong Cing, dan Lie Siong Hai. Sedangkan bersama istri pertamanya, Lie dikaruniai satu orang perempuan.
Rumah itu masih dijaga, termasuk beberapa peninggalan barang seperti kursi dan altar persembahyangan yang hingga kini masih utuh.
(nor/gsp)