Waspada ASF, 32 Provinsi Termasuk NTT Laporkan Wabah Demam Babi Afrika

Nasional

Waspada ASF, 32 Provinsi Termasuk NTT Laporkan Wabah Demam Babi Afrika

Suci Risanti Rahmadania - detikBali
Selasa, 17 Des 2024 07:19 WIB
close up of a pigs face on a truck, behind bars
Ilustrasi babi. (Foto: Getty Images/iStockphoto/pidjoe)
Denpasar -

Badan Karantina Indonesia (Barantin) mengungkapkan 32 provinsi di Indonesia, termasuk Papua, Papua Tengah, dan Nusa Tenggara Timur (NTT), telah melaporkan kasus African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika. Tercatat ribuan babi mati sejak awal tahun.

Papua Tengah mencatat sebanyak 6.273 ekor babi mati akibat ASF hanya dalam periode Januari 2024.

Kepala Barantin, Sahat Manaor Panggabean, menegaskan bahwa meskipun ASF tidak menular ke manusia, penyakit ini memiliki tingkat kematian hampir 100 persen pada hewan ternak babi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hingga saat ini, di Indonesia belum ada vaksinnya," ujar Sahat, dilansir dari detikHealth, Selasa (17/12/2024).

Sahat membandingkan wabah ini dengan penyakit flu burung dan PMK (Penyakit Mulut dan Kuku), yang sebelumnya berhasil ditangani berkat ketersediaan vaksin. Namun, dalam kasus ASF, ketiadaan vaksin menjadi tantangan besar dalam upaya pengendalian.

ADVERTISEMENT

Pengawasan dan Edukasi Diperketat

Untuk mencegah penyebaran ASF, Sahat menekankan perlunya pengetatan pengawasan di perbatasan dan pintu-pintu masuk, termasuk pelabuhan rakyat dan pelabuhan khusus yang belum ditetapkan sebagai pintu resmi distribusi. Ia menyebut bahwa virus ini dapat menyebar melalui produk olahan, alat angkut, hingga pergerakan hewan terinfeksi.

"Transmisi virus ini bisa terjadi melalui produk hingga alat angkut yang terkontaminasi. Karena itu, kita perlu pengawasan lebih ketat di setiap titik masuk," tegas Sahat.

Selain pengawasan, Sahat juga menekankan pentingnya edukasi dan komunikasi kepada masyarakat serta pemerintah daerah agar lebih waspada terhadap wabah ASF. Ia mengingatkan agar masyarakat tidak menjual babi yang sakit dan tidak membuang bangkai hewan sembarangan.

"Kalau ada kasus, jangan dibuang ke sungai atau tempat terbuka. Kita harus membakar atau mengubur hewan yang mati agar virus tidak menyebar dengan cepat," imbaunya.

Langkah ini dinilai penting karena praktik pembuangan sembarangan sebelumnya telah mempercepat penyebaran virus ASF.

"Pesan kami sederhana: jangan menjual atau membuang hewan yang sakit. Dengan begitu, kita bisa mencegah penularan lebih luas," pungkas Sahat.

Dengan ketiadaan vaksin dan tingkat penyebaran yang tinggi, wabah ASF menjadi ancaman serius bagi peternakan babi di Indonesia. Upaya kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat sangat diperlukan untuk menekan dampak lebih lanjut dari penyakit ini.

Artikel ini telah tayang di detikHealth. Baca selengkapnya di sini!




(dpw/gsp)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads