Salah seorang pengemudi taksi online, Gusti Sumardayasa, menyampaikan aspirasinya saat rapat Komisi II DPRD Bali bersama Pemprov Bali, perusahaan dan asosiasi di DPRD Bali, Selasa (10/12/2024). Gusti meminta agar tidak sepenuhnya menyalahkan kendaraan pelat non-DK yang beroperasi di Bali hingga dinilai menjadi biang kemacetan.
"Sudah punya kah Bali aturan tentang pelat luar yang bisnis di Bali? Kalau belum ada, buat dulu DPRD dan pemerintah terkait ini baru dieksekusi di lapangan," ujar Gusti saat menyampaikan aspirasinya dalam rapat tersebut.
Menurutnya, jangan mempermasalahkan pelat dan KTP non-Bali. Sebab hal itu akan menjadi tidak sehat untuk negara kesatuan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tolong punya perangkat keras aparat dan perangkat lunaknya aturan, tertibkan. Kalau tadi dibilang ada laporan, sidak aja pelat B, pelat L, karena yang bisa menindak itu adalah aparat," tegasnya. Ia tidak ingin isu tersebut menjadikan konflik internal sesama pengemudi.
Soal kemacetan juga ia soroti. Gusti mengamati usaha di pinggir jalan sedikit yang menyediakan lahan parkir. Lantas ia menyarankan agar membuat aturan mengenai itu.
"Biar tidak jalan-jalan yang sudah kecil di Kuta itu dipakai parkir karyawannya," imbuhnya.
"Kalau sudah ada sanksi tegas dari pemerintah, pasti semua akan mikir, itu keadilan hukum menurut saya," lanjut Gusti.
Ia juga mengeluhkan adanya pungutan dari koperasi yang bekerja sama dengan aplikator setiap bulannya. "Kenapa ada birokrasi lewat koperasi? karena aturan koperasi yang saya pahami setiap pungutan yang dilakukan hanya ada pungutan iuran wajib dan pokok. Iuran pokok di awal dan iuran wajib bulanan," beber Gusti.
Ia menyontohkan ketika di Sanur taksi online tidak boleh mengambil penumpang, hanya taksi offline saja. Ia yang orang asli Bali justru merasa jadi orang luar Bali.
"Memang Pelabuhan Sanur itu dibuat bukan dari anggaran daerah? anggaran banjar? tidak kan. Itu fasilitas umum. Bila perlu Grab dan Gojek buat semacam drop out dan pick up zone yang bagus," kata Gusti.
Ia berharap dengan rencana aturan yang dirasa bagus itu jangan sampai menimbulkan konflik sosial di lapangan karena eksekusi lapangannya nihil.
"Ini yang menyebabkan akan terjadi dampak sosial yang tidak kita inginkan. Saya tidak bermaksud di sini mencari siapa yang salah," pungkasnya.
Sebagai informasi, Komisi II DPRD Bali menggelar rapat bersama dengan Dinas Perhubungan, Dinas Ketenagakerjaan dan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Bali. Selain itu juga dihadiri asosiasi driver online dan aplikator ojek online.
Rapat tersebut membahas terkait penanganan kendaraan berpelat non-Bali dalam mencegah kemacetan dan mendukung aktivitas ekonomi di Bali.
(nor/gsp)