Polisi Tembak Polisi di Solok, Komisi III DPR Minta Polri Revolusi Mental

Polisi Tembak Polisi di Solok, Komisi III DPR Minta Polri Revolusi Mental

Rizki Setyo Samudero - detikBali
Minggu, 24 Nov 2024 20:58 WIB
Polda Sumbar memperlihatkan Kabag Ops Polres Solok Selatan AKP Dadang Iskandar, tersangka yang menyebabkan Kasat Reskrim AKP Ryanto Ulil Anshar tewas, dalam konferensi pers hari ini. Selain itu polisi juga menunjukkan barang bukti dalam kasus tersebut.
Polda Sumbar memperlihatkan Kabag Ops Polres Solok Selatan AKP Dadang Iskandar, tersangka yang menyebabkan Kasat Reskrim AKP Ryanto Ulil Anshar tewas. (Foto: ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)
Denpasar -

Anggota Komisi III DPR RI asal Bali I Wayan Sudirta meminta Polri melakukan revolusi mental. Hal tersebut sebagai respons atas kasus polisi tembak polisi di Solok Selatan, Sumatera Barat.

Sudirta menjelaskan revolusi mental di internal Polri harus dilakukan secara menyeluruh dan bukan hanya menjadi tagline atau kampanye kosong. "Hal ini sejalan dengan rekomendasi besar Komisi III DPR RI dalam melakukan reformasi kultur dan struktur yang masih menjadi permasalahan besar di Polri," ujarnya kepada detikBali, Minggu (24/11/2024).

Selain itu, Sudirta juga meminta Polri untuk mengevaluasi kepemilikan, penggunaan, dan pengendalian senjata api. Ia menilai kasus di Solok Selatan tersebut dapat menjadi momentum bagi Polri untuk mengevaluasi penggunaan senjata api bagi anggotanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Polri perlu menyampaikan kepada publik tentang langkah pengendaliannya dan tidak bisa hanya disampaikan secara normatif," imbuh politikus PDIP itu.

Hal lain yang perlu dilakukan oleh Polri, Sudirta berujar, adalah mengevaluasi fungsi pengawasan terhadap netralitas dan profesionalitas Polri. Menurutnya, Polri harus menjaga netralitas terkait keterlibatan mereka di luar tugas dan fungsi utamanya.

Sudirta mengatakan keterlibatan Polri dalam berbagai pelanggaran hukum masih kerap terjadi, seperti dalam kasus illegal mining, penyelundupan, hingga narkoba. "Istilah backing atau bisnis pengamanan ini harus senantiasa dilepaskan dari citra Polri, sehingga terjaga netralitas dan integritasnya," tuturnya.

Di sisi lain, Sudirta berpendapat aparat penegak hukum tetap perlu dilindungi dan diperhatikan kesejahteraan serta karirnya. Terutama untuk anggota yang sedang melakukan pengamanan perkara.

Mengenai kasus penembakan di Solok, Sudirta melanjutkan, Komisi III DPR RI segera mengundang Polda Sumatera Barat. Ia memastikan anggota dewan akan turut mengawasi Polri dalam penanganan kasus tersebut.

"Permasalahan seperti ini bukan pertama kali terjadi dan tentunya wajar jika sering terjadi. Walaupun tidak banyak mencuat ke publik," imbuh Sudirta.

Sudirta menyebut kasus di Solok tersebut juga mengingatkan kembali kasus Ferdi Sambo yang menembak ajudannya beberapa waktu lalu. Tak hanya itu, kasus serupa juga pernah terjadi di Polsek Sirenja, Donggala, pada 2019. Kemudian, peristiwa di Polres Lombok Timur pada 2021 dan kasus di Polsek Way Pengubuan, Lampung, pada 2022.

"Kini semua mata menunggu Polri menindak tegas. Baik dari sisi penegakan hukum, penanganan pelanggaran etik, maupun langkah strategis Polri untuk mencegah citra dan budaya arogansi dan represif yang sangat melekat pada aparat kepolisian," pungkasnya.

Sebelumnya, Kabag Ops Polres Solok Selatan AKP Dadang Iskandar resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penembakan yang menewaskan Kasat Reskrim Polres Solok Selatan, AKP Ryanto Ulil Anshar. Dadang dijerat pasal berlapis tentang pembunuhan berencana.

Dadang menembak Ulil hingga tewas sekitar pukul 00.43 WIB, Jumat (22/11/2024). Insiden polisi tembak polisi itu terjadi di parkiran Polres Solok Selatan di Jorong Bukit Malintang Barat, Nagari Lubuk Gadang, Kecamatan Sangir.

Motif penembakan bermula dari AKP Ryanto Ulil Anshar mengamankan pelaku tambang galian C di Solok Selatan. Diduga, penangkapan tersebut membuat Dadang Iskandar tidak senang. Ia lalu menembak Ulil.




(iws/iws)

Hide Ads