Kemenkes Ajak Masyarakat Peka soal Kadar Gula di Minuman Kemasan

Kemenkes Ajak Masyarakat Peka soal Kadar Gula di Minuman Kemasan

Sui Suadnyana, Rizki Setyo - detikBali
Kamis, 03 Okt 2024 17:23 WIB
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi di RSUP Prof Ngoerah, Denpasar, Kamis (3/10/2024).
Foto: Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi di RSUP Prof Ngoerah, Denpasar, Kamis (3/10/2024). (Rizki Setyo Samudero/detikBali)
Denpasar -

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengajak masyarakat agar peka terhadap kadar gula dalam minuman kemasan.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Informasi Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan tidak melarang masyarakat yang ingin meminum minuman manis. Namun, masyarakat diharapkan mengetahui kadar gula yang terkandung di dalamnya.

"Setidaknya ada informasi bahwa kadar gula yang akan dikonsumsi itu sekian, supaya dia tidak minum berikutnya. Kan sehari kita nggak mungkin minum yang sebotol itu kan, jadi dia sudah tahu 'saya konsumsi sekian berarti maksimum sekian'," ujar Nadia di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Prof Ngoerah Denpasar, Kamis (3/10/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Oleh sebab itu, Nadia berharap adanya literasi dan edukasi yang diawali pemerintah dan diikuti oleh masyarakat. Meskipun, label di kemasan dari Kemenkes.

"Jadi kalau pun dia (produk) masih tetap lebih dari kadar seharusnya nggak masalah. Karena ini cuma mencantumkan kadar gula," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Mantan Jubir Kemenkes itu juga mengatakan tidak ada regulasi pemberian sanksi kepada perusahaan yang memproduksi minuman dengan kadar gula tinggi. Padahal, Nadia mengakui jika angka diabetes saat ini cukup tinggi dan dialami remaja.

Kemenkes mengikuti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait penetapan label gizi. "Kami mengikuti BPOM. Biar masyarakat nggak bingung antara pangan olahan karena yang lebih dahulu punya label gizi itu BPOM," ungkap Nadia.

Dilansir dari detikFinance, Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengendalikan konsumsi gula, garam dan lemak. Nantinya kandungan batas maksimal gula, garam dan lemak akan ditentukan dalam pangan olahan, termasuk pangan olahan siap saji.

Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang diteken 26 Juli 2024. Penentuan batas maksimal kandungan gula, garam dan lemak dilakukan dengan mempertimbangkan kajian risiko dan/atau standar internasional.

"Dalam rangka pengendalian konsumsi gula, garam dan lemak, Pemerintah Pusat menentukan batas maksimal kandungan gula, garam dan lemak dalam pangan olahan, termasuk pangan olahan siap saji," tulis Pasal 194 ayat (1) aturan tersebut, dikutip Selasa (30/7/2024).

Selain itu, berdasarkan aturan tersebut, pemerintah pusat dapat menetapkan pengenaan cukai terhadap pangan olahan tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

"Selain penetapan batas maksimum kandungan gula, garam dan lemak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat dapat menetapkan pengenaan cukai terhadap pangan olahan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan." bunyi Pasal 194 ayat (4).

Dalam Pasal 195 dijelaskan, setiap orang yang memproduksi, mengimpor dan/atau mengedarkan pangan olahan termasuk pangan olahan siap saji wajib memenuhi ketentuan batas maksimum kandungan gula, garam dan lemak yang ditetapkan; dan mencantumkan label gizi termasuk kandungan gula, garam dan lemak pada kemasan untuk pangan olahan atau pada media informasi untuk pangan olahan siap saji.

Setiap orang yang memproduksi, mengimpor dan/atau mengedarkan pangan olahan termasuk pangan olahan siap saji yang melebihi ketentuan batas maksimum kandungan gula, garam dan lemak dilarang melakukan iklan, promosi, dan sponsor kegiatan pada waktu, lokasi, dan kelompok sasaran tertentu.

Setiap orang dilarang melakukan penjualan atau peredaran pangan olahan termasuk pangan olahan siap saji yang melebihi ketentuan batas maksimum kandungan gula, garam dan lemak pada kawasan tertentu.

Setiap orang yang memproduksi, mengimpor dan/atau mengedarkan pangan olahan termasuk pangan olahan siap saji dibatasi dan/atau dilarang menggunakan zat bahan yang berisiko menimbulkan penyakit tidak menular.

Jika melanggar ketentuan di atas, dapat dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis; denda administratif; penghentian sementara dari kegiatan produksi dan/atau peredaran produk; serta penarikan pangan olahan dari peredaran; dan/atau pencabutan perizinan berusaha.

Pemerintah sendiri telah lama berencana mengenakan cukai minuman berpemanis, namun hingga saat ini belum juga terlaksana. Alih-alih diterapkan tahun ini, rencana itu berpotensi mundur ke 2025.




(hsa/gsp)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads