Rektor Undana Kupang Setuju Kampanye Digelar di Kampus asalkan Dialogis

Rektor Undana Kupang Setuju Kampanye Digelar di Kampus asalkan Dialogis

I Wayan Sui Suadnyana, Simon Selly - detikBali
Rabu, 21 Agu 2024 21:18 WIB
Rektor Undana Maxs UE Sanam. (Dok. Maxs UE Sanam)
Foto: Rektor Undana Maxs UE Sanam. (Dok. Maxs UE Sanam)
Kupang -

Rektor Universitas Nusa Cendana (Undana), Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Maxs UE Sanam, menyetujui kampanye dapat digelar di kampus. Namun, ia memberikan catatan agar kampanye di kampus bersifat logis dan dialogis, bukan monologis.

"Saya setuju jika kampanye dilakukan dalam bentuk dialogis, bukan monologis," ujar Sanam kepada detikBali, Rabu (21/8/2024).

Ia menambahkan pelaksanaan kampanye di kampus harus memperhatikan aspek-aspek penting, seperti waktu kampanye dan keterlibatan setiap pasangan calon kepala daerah yang akan berkampanye.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Alangkah baiknya jika semua calon hadir sehingga visi-misi dan program mereka dapat didalami oleh civitas akademika (dosen dan mahasiswa)," terangnya.

Sanam juga menegaskan koordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara kampanye sangat diperlukan. Kampanye di kampus harus disesuaikan dengan petunjuk teknis yang ditetapkan oleh KPU. Menurutnya, kampus bisa menjadi tempat yang ideal bagi calon kepala daerah untuk memaparkan program dan visi-misi mereka.

ADVERTISEMENT

"Kampanye harus dilakukan secara serentak agar tidak mengganggu aktivitas perkuliahan di kampus. Selain itu, kampanye di kampus dapat menjadi kesempatan bagi mahasiswa dan dosen untuk menilai pasangan calon kepala daerah berdasarkan visi dan misinya," jelas Sanam.

Sanam juga menekankan pentingnya memperhatikan jadwal kuliah mahasiswa. Misalnya, pada pemilihan gubernur, yang calonnya terbatas, kampanye bersama bisa menjadi pembelajaran yang berharga bagi mahasiswa. Gagasan dari pasangan calon dapat dikaji dan diuji oleh pihak kampus.

"Kampanye di kampus juga dapat menjadi contoh bagi masyarakat dalam menguji calon pemimpin. Ini juga dapat mengedukasi masyarakat agar lebih kritis dalam memilih pemimpin mereka. Saya lebih memilih kampanye dilakukan sekali untuk semua pasangan calon agar terakomodir dengan baik, di hadapan mahasiswa yang saat ini berjumlah 33 ribu," jelasnya.

Sanam mengungkapkan sebelumnya kampanye di kampus dilarang oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Namun, menurutnya, kampus adalah tempat yang tepat untuk mengadu program asalkan kampanye tersebut bersifat dialogis, bukan monologis.

"Sebelumnya, Kemendikbud telah mengeluarkan edaran terkait hal ini. Dulunya memang dilarang, namun menurut saya, kampus adalah tempat yang tepat untuk mengadu program dalam bentuk kampanye yang dialogis," tutupnya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan gugatan terhadap Undang-Undang Pilkada yang mengatur larangan kampanye di perguruan tinggi. MK kini memutuskan kampanye di kampus diperbolehkan asalkan mendapat izin dari penanggung jawab perguruan tinggi dan dilakukan tanpa menggunakan atribut kampanye.

Dilansir dari detikNews, gugatan terhadap Undang-Undang Pilkada yang mengatur larangan kampanye di perguruan tinggi diajukan dua mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Sandy Yudha Pratama Hulu dan Stefanie Gloria. Sidang putusan perkara nomor 69/PUU-XXII/2024 ini digelar di Gedung MK, Selasa (20/8/2024).

"Berkenaan dengan 'larangan menggunakan tempat pendidikan' yang diatur dalam Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Nomor 7/2017, Mahkamah telah mengecualikan larangan tersebut bagi tempat pendidikan," kata hakim MK, M Guntur Hamzah, dalam persidangan.

"Sebagaimana dinyatakan dalam amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum pada tanggal 15 Agustus 2023, kampanye di tempat pendidikan dapat dilakukan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab perguruan tinggi dan dilakukan tanpa atribut kampanye pemilu," imbuh Guntur.

Hakim menegaskan pengecualian larangan kampanye di kampus bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada civitas akademika agar dapat menjadi penggerak dalam penyelenggaraan kampanye. Selain itu, kampanye di kampus diharapkan dapat membuka ruang bagi kampanye dialogis yang lebih konstruktif di lingkungan tempat berkumpulnya pemilih pemula dan pemilih kritis.

"Pengecualian terhadap larangan kampanye di perguruan tinggi selain dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada civitas akademika menjadi penggerak kampanye pemilihan umum, juga memberikan kesempatan yang sama kepada semua calon untuk mendalami visi, misi, dan program kerja mereka," terang Guntur.

Selain itu, tempat ini adalah tempat berkumpulnya pemilih pemula dan pemilih kritis sehingga pengecualian ini membuka ruang bagi kampanye dialogis yang lebih konstruktif, yang pada akhirnya akan meningkatkan kematangan berpolitik bagi masyarakat," ujar hakim.




(hsa/gsp)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads