MK Izinkan Kampanye di Kampus, Asal Tanpa Atribut dan Ada Izin Resmi

Nasional

MK Izinkan Kampanye di Kampus, Asal Tanpa Atribut dan Ada Izin Resmi

Tim detikNews - detikBali
Selasa, 20 Agu 2024 20:24 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi.
Foto: Gedung Mahkamah Konstitusi. (Anggi Muliawati/detikcom)
Jakarta -

Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan gugatan terhadap Undang-Undang Pilkada yang mengatur larangan kampanye di perguruan tinggi. MK kini memutuskan kampanye di kampus diperbolehkan asalkan mendapat izin dari penanggung jawab perguruan tinggi dan dilakukan tanpa menggunakan atribut kampanye.

Dilansir dari detikNews, gugatan terhadap Undang-Undang Pilkada yang mengatur larangan kampanye di perguruan tinggi diajukan dua mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Sandy Yudha Pratama Hulu dan Stefanie Gloria. Sidang putusan perkara nomor 69/PUU-XXII/2024 ini digelar di Gedung MK, Selasa (20/8/2024).

"Berkenaan dengan 'larangan menggunakan tempat pendidikan' yang diatur dalam Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Nomor 7/2017, Mahkamah telah mengecualikan larangan tersebut bagi tempat pendidikan," kata hakim MK, M Guntur Hamzah, dalam persidangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sebagaimana dinyatakan dalam amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum pada tanggal 15 Agustus 2023, kampanye di tempat pendidikan dapat dilakukan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab perguruan tinggi dan dilakukan tanpa atribut kampanye pemilu," imbuh Guntur.

Hakim menegaskan pengecualian larangan kampanye di kampus bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada civitas akademika agar dapat menjadi penggerak dalam penyelenggaraan kampanye. Selain itu, kampanye di kampus diharapkan dapat membuka ruang bagi kampanye dialogis yang lebih konstruktif di lingkungan tempat berkumpulnya pemilih pemula dan pemilih kritis.

"Pengecualian terhadap larangan kampanye di perguruan tinggi selain dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada civitas akademika menjadi penggerak kampanye pemilihan umum, juga memberikan kesempatan yang sama kepada semua calon untuk mendalami visi, misi, dan program kerja mereka," terang Guntur.

Selain itu, tempat ini adalah tempat berkumpulnya pemilih pemula dan pemilih kritis sehingga pengecualian ini membuka ruang bagi kampanye dialogis yang lebih konstruktif, yang pada akhirnya akan meningkatkan kematangan berpolitik bagi masyarakat," ujar hakim.

MK juga menyatakan frasa 'tempat pendidikan' dalam Pasal 69 huruf i UU Nomor 1 Tahun 2015 tidak lagi memiliki kekuatan hukum yang mengikat, kecuali jika dimaknai sebagai pengecualian bagi kampus yang mendapat izin dari penanggung jawab perguruan tinggi dan tanpa atribut kampanye. Hakim menyatakan alasan pemohon beralasan secara hukum.

"Dalam pokok permohonan, pertama, mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar hakim ketua, Suhartoyo.

"Menyatakan bahwa frasa 'tempat pendidikan' dalam norma Pasal 69 huruf i UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi UU (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) bertentangan dengan UUD RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai sebagai 'pengecualian bagi perguruan tinggi yang mendapat izin dari penanggung jawab perguruan tinggi atau sebutan lain dan dilakukan tanpa atribut kampanye pemilu'," jelas hakim.

Artikel ini telah tayang di detikNews. Baca selengkapnya di sini!




(hsa/hsa)

Hide Ads