Dari pantauan detikBali, Winasa resmi bebas dan keluar dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Negara didampingi putranya, I Gede Ngurah Patriana Krisna (Ipat), sekitar pukul 18.55 Wita. Pria berusia 74 tahun ini mengungkapkan akan melakukan ritual pembersihan diri atau melukat di Pantai Yeh Kuning, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana.
Narapidana korupsi itu disambut massa pendukungnya di halaman Rutan Negara yang berpakaian merah dan pengamanan dari Polres Jembrana. Tanpa banyak bicara, Winasa kemudian meninggalkan Rutan Negara menggunakan mobil Toyota Alphard B 2554 PBS.
"Sama kuasa hukum saya ya," ungkap Winasa singkat sembari tersenyum dan bergegas masuk ke dalam mobil Alphard, Jumat (5/7/2024).
Kepala Rutan Negara, Lilik Subagiyono, menjelaskan telah menjalankan proses pembebasan bersyarat (PB) Winasa sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP). "Berkas-berkas sudah lengkap seluruhnya dan tidak ada kekurangan," kata Lilik.
Lilik menerangkan Winasa telah menjalani 2/3 dari masa pidananya yang mencapai 13 tahun, yaitu selama tujuh tahun. Hal ini membuatnya memenuhi syarat untuk mengajukan PB. "Surat keputusan (SK) PB keluar sekitar 17.20 Wita," papar Lilik.
Selama di Rutan Kelas II B Negara, lanjut Lilik, Winasa dikenal sosok yang ramah dan sering kali mendapat teguran oleh petugas. "Kalau mendapat teguran memang yang bersangkutan yang namanya warga binaan kami wajib bila mungkin ada kesalahan kami tegur, selama ini Winasa berkelakuan baik," tambah Lilik.
Sebelum bebas bersyarat, Winasa telah menyelesaikan kewajibannya untuk membayar denda dan uang pengganti senilai Rp 3,8 miliar pada Rabu (3/7/2024). Jumlah tersebut berasal dari dua kasus korupsi yang saat ini dijalani, yakni beasiswa Stikes dan Stitna dan kasus korupsi perjalanan dinas.
Untuk diketahui, Winasa memiliki dua putusan dari dua kasus yang harus dijalani. Pertama adalah kasus perjalanan dinas yang dihukum selama enam tahun pidana penjara, denda Rp 200 juta subsider enam bulan, dan pidana tambahan membayar uang pengganti sebesar Rp 797,5 juta.
Kedua, kasus korupsi beasiswa Stikes dan Stitna dengan pidana tujuh tahun penjara, denda Rp 500 juta, dan harus membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 2.322 miliar.
Selain dua kasus korupsi tersebut, bupati Jembrana dua periode bergelar profesor itu juga sudah dipenjara selama 2,5 tahun karena kasus korupsi pengadaan mesin pabrik kompos.
(iws/dpw)