Pulau Bali memang dikenal dengan kekayaan budaya dan adat istiadat penduduk setempat. Warisan budaya tersebut tentunya diturunkan oleh para leluhur.
Salah satu warisan peninggalan budaya Bali adalah kerajaan-kerajaan yang juga menjadi latar belakang dari beberapa wilayah di Bali. Salah satunya adalah Kerajaan Tabanan.
Berikut sejarah Kerajaan Tabanan, daftar nama raja, hingga peninggalannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kerajaan Tabanan
β’ Sejarah Singkat
Kerajaan Tabanan memiliki akar sejarah yang kuat yang berhubungan erat dengan Kerajaan Majapahit pada abad ke-14. Pada masa pemerintahan Tribhuwanatunggadewi, Majapahit berusaha untuk menyatukan kembali Bali dalam kekuasaannya.
Namun upaya diplomasi tidak berhasil, sehingga Majapahit mengirim pasukan di bawah komando Gajah Mada dan Adityawarman untuk menguasai Bali. Adityawarman, seorang adipati dari Palembang, memimpin pasukan bersama para Arya, dan putranya, Arya Kenceng, memimpin pertempuran dari selatan.
Pada 1343, Bali akhirnya jatuh ke tangan Majapahit. Untuk mengisi kekosongan pemerintahan di Bali, Raja Majapahit melantik Sri Kresna Kepakisan sebagai Raja Bali pada 1352 Masehi. Dalam pelantikan itu, wilayah Bali dibagi-bagikan kepada para Arya, di antaranya Arya Kenceng yang ditugaskan di Tabanan.
β’ Masa Kejayaan
Setelah dilantik menjadi Anglurah Tabanan pada 1352, Arya Kenceng segera membangun istana Buahan di Desa Pucangan dan bergelar Bhatara Arya Kenceng. Ia menjadi raja pertama yang menurunkan penguasa kerajaan Tabanan selanjutnya.
Di bawah pemerintahannya, Tabanan mengalami perkembangan signifikan. Pada masa kekuasaan raja ketiganya, yaitu Sirarya Ngurah Langwang atau Prabu Singasana, istana dipindahkan dari Desa Pucangan ke Puri Agung Tabanan, menandai perubahan penting dalam sejarah kerajaan Tabanan.
Kerajaan Tabanan melalui masa kejayaannya di bawah pemerintahan Raja I Gusti Dawuh (1650-1725). Pada masa ini, Tabanan menjadi wilayah yang tertib dan aman.
Kerajaan ini berhasil memperluas wilayahnya dengan menaklukkan beberapa daerah di sekitarnya. Namun, pada awal abad ke-20, kekuasaan Tabanan mulai terancam oleh pemerintahan kolonial Belanda.
β’ Akhir Masa Kejayaan
Pada awal abad ke-20, Belanda melarang upacara mesatya di Tabanan. Namun meskipun diancam akan diserang, Tabanan tetap melaksanakan upacara tersebut karena memiliki hubungan baik dengan Kerajaan Badung yang tengah berkonflik dengan Belanda.
Namun, krisis dengan Pemerintah Hindia-Belanda memuncak pada Mei 1904 setelah karamnya perahu Sri Komala di Pantai Sanur. Meskipun Belanda menuduh penduduk Sanur melakukan perampasan, Raja Badung menolak tuntutan tersebut.
Tabanan mengirim pasukan untuk menjaga perbatasan dengan Mengwi, sementara Raja Tabanan dan Raja Pemade membahas kemungkinan menyerah kepada Belanda. Meskipun berusaha bernegosiasi, Raja Tabanan dan Putra Mahkota akhirnya bunuh diri saat hendak diasingkan ke Lombok oleh pasukan Belanda pada September 1906.
Penaklukan Belanda atas Tabanan mengubah struktur pemerintahan menjadi sistem kolonial, meskipun beberapa tradisi dan struktur pemerintahan tradisional masih dipertahankan. Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, status Kerajaan Tabanan berubah menjadi kabupaten di bawah pemerintahan Republik Indonesia.
Meskipun begitu, tokoh-tokoh seperti Cokorda tetap diakui dalam lingkup adat dan kebudayaan Tabanan, menandakan warisan dan kontinuitas budaya dari masa kerajaan.
Daftar Raja
![]() |
1. Arya Kenceng
2. Sri Magada Nata
3. Arya Yasan
4. Prabu Singasana
5. Arya Langwang
6. I Gusti Ngurah Tabanan I
7. I Gusti Wayahan
8. Pamedekan I Gusti Made
9. Pamedekan I Gusti Ngurah Tabanan II
10. Prabu Nisweng Panida
11. I Gusti Made Dalang
12. I Gusti Nengah Malkangin
13. I Gusti Bolo di Malkangin
14. I Gusti Agung Badeng
15. Prabu Magada Sakti
16. Anglurah Mur Pamade
17. I Gusti Ngurah Sekar
18. I Gusti Ngurah Gede
19. I Gusti Ngurah Made Rai
20. I Gusti Ngurah Rai Panebel
21. I Gusti Ngurah Ubung
22. I Gusti Ngurah Agung I
23. I Gusti Ngurah Agung II
24. I Gusti Ngurah Rai Perang
25. Cokorda Ngurah Ketut
26. Regen Gusti Ngurah Wayan
27. Cokorda Ngurah Gede
Peninggalan
![]() |
β’ Puri Agung Tabanan
Puri Agung Tabanan adalah istana tempat tinggal Raja Tabanan, salah satu puri terkemuka di Bali. Keberadaannya terkait erat dengan tokoh Arya Kenceng, yang dikatakan bergabung dengan Gajah Mada saat Majapahit menaklukkan Kerajaan Bedulu di Bali pada 1343.
Setelah Bali ditaklukkan, Arya Kenceng dan para bangsawan lainnya menerima pelatihan tentang pemerintahan dan kepemimpinan dari Patih Gajah Mada untuk memperkuat kedaulatan Bali di bawah kekuasaan Majapahit.
Pemindahan Puri Agung
Puri Agung Tabanan awalnya terletak di Pucangan (Buahan), Tabanan, di bawah pemerintahan Arya Kenceng. Namun, pada masa pemerintahan Raja Tabanan III, Sirarya Ngurah Langwang, diperintahkan untuk memindahkan kerajaannya ke daerah selatan.
Arya Ngurah Langwang memilih lokasi baru untuk membangun puri setelah melihat asap (tabunan) mengepul di daerah selatan. Setelah melakukan pengamatan, ia menemukan asap tersebut berasal dari sebuah sumur di Dukuh Sakti (sekarang Pura Pusar Tasik Tabanan), di situlah ia memutuskan untuk membangun Puri Agung Tabanan.
Penetapan Nama dan Pemindahan Puri
Puri yang dibangun oleh Arya Ngurah Langwang diberi nama Puri Agung Tabunan karena asap yang terus mengepul dari sumur di sekitar puri. Namun, seiring berjalannya waktu, pengucapan nama ini berubah menjadi Puri Agung Tabanan.
Kerajaannya dikenal sebagai Puri Singasana dan Raja memakai gelar Sang Nateng Singasana. Pemindahan resmi kerajaan dari Pucangan ke Tabanan terjadi sekitar abad ke-14.
β’ Puri Anom Tabanan
Salah satu peninggalan bersejarah dari Kerajaan Tabanan adalah Puri Tabanan. Puri Tabanan didirikan pada 1343 Masehi.
Pada masa kolonialisme Belanda, raja terakhir dari Puri Agung Singasana Tabanan, Ida I Gusti Ngurah Rai, terlibat dalam perang puputan dan gugur bersama putra mahkotanya di Badung pada 1906. Mereka memilih puputan daripada menyerah kepada penjajah Belanda, menegaskan keberanian dan keteguhan hati dalam mempertahankan kehormatan dan kemerdekaan.
Puri Anom Tabanan adalah warisan lain dari kerajaan. Puri Anom Tabanan didirikan pada masa pemerintahan Ida I Gusti Ngurah Agung Tabanan, raja ke-19, pada tahun 1810-1843.
Puri ini dibangun atas perintah raja untuk putranya yang masih muda, sebagai istana baru di sebelah utara puri kerajaan. Puri Anom menjadi tempat tinggal dan kegiatan keluarga raja sejak itu, mewakili kontinuitas keberlanjutan tradisi Kerajaan Tabanan.
Pada 2003, Puri Anom Tabanan diresmikan sebagai bagian penting dari warisan budaya Kota Tabanan. Langkah ini dilakukan sebagai upaya untuk melestarikan peninggalan sejarah yang berharga. Puri Anom kemudian dibuka untuk umum, memungkinkan masyarakat untuk lebih memahami dan menghargai nilai-nilai sejarah yang diwariskan dari Kerajaan Tabanan.
β’ Puri Agung (Gede) Kerambitan
Puri Agung (Gede) Kerambitan, yang sebelumnya merupakan keraton dari Kerajaan Tabanan, menjadi cikal bakal bagi pembangunan Puri Anyar Kerambitan pada abad ke-17. Puri Anyar ini menjadi tempat yang penting bagi berbagai acara tradisional seperti pertunjukan tari dan musik, serta acara pernikahan dan jamuan makan ala kerajaan.
Bagi mereka yang tertarik untuk menggelar pernikahan di Puri Anyar Kerambitan dan merasakan pengalaman jamuan makan ala kerajaan, mereka dapat menghubungi pihak Puri Anyar Kerambitan untuk informasi lebih lanjut.
Artikel ini ditulis oleh Rusmasiela Mewipiana Presilla peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(nor/nor)