Salah satu warisan peninggalan budaya Bali adalah kerajaan-kerajaan yang juga menjadi latar belakang dari beberapa wilayah di Bali. Salah satunya adalah Kerajaan Gianyar.
Kerajaan Gianyar yang berdiri di Pulau Bali pada awal abad ke-18 Masehi. Simak yuk sejarah Kerajaan Gianyar, letak, hingga masa kejayaan.
Kerajaan Gianyar
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
β’ Sejarah Berdirinya
![]() |
Kisah cinta seorang raja bernama Dalam Segening dari Kerajaan Gelgel menjadi latar belakang atas berdirinya kerajaan ini. Ia menikah dengan seorang putra yang berasal dari Desa Manggis. Dari pernikahan tersebut, lahirlah seorang putra tampan yang bernama Dewa Manggis Kuning.
Gusti Tageh Kori, yang merupakan penguasa Kerajaan Badung pun tertarik kepada Dewa Manggis Kuning dan ingin membawanya untuk ikut dengannya ke Badung untuk menggantikannya dan meneruskan kekuasaan di Kerajaan Badung.
Ketika Dewa Manggis Kuning tiba di Badung, kehadirannya malah menjadi ancaman. Dia membuat istri Raja Badung tergila-gila padanya, bahkan sampai berhubungan dengan salah satu istri Raja.
Hal ini memicu kemarahan Raja Badung yang memerintahkan pembunuhan Dewa Manggis Kuning. Namun, Dewa Manggis Kuning berhasil melarikan diri dan bersembunyi di rumah seorang penguasa lokal bernama I Gusti Paham Pinati.
Pembentukan Hutan Bengkel
Gusti Paham mengetahui bahwa Dewa Manggis Kuning adalah putra Raja Gelgel yang sedang dalam pelarian. Dengan simpati, Gusti Paham menikahkan Dewa Manggis Kuning dengan putrinya, I Gusti Ayu Paham, dan membantu mereka bersembunyi di hutan.
Di sana, mereka membangun sebuah pondok untuk tinggal, yang kemudian berkembang menjadi permukiman yang ramai. Dewa Manggis Kuning menjadi pemimpin di hutan tersebut, bahkan membantu mempertahankan kerajaan Gelgel dari pemberontakan.
β’ Letak
![]() |
Setelah runtuhnya Kerajaan Gianyar, seperti kerajaan lain di Bali, wilayah ini akhirnya dikuasai oleh Belanda. Meskipun demikian, keberadaan kerajaan masih diakui, namun dengan status daerah swapraja yang dipimpin oleh keturunan raja Bali. Pemerintah Belanda secara resmi mengakui status ini di Denpasar.
Setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II dan pasca-proklamasi kemerdekaan, status Gianyar diubah menjadi daerah tingkat 2 separa Kabupaten melalui UU No 69 tahun 1958. Hal ini menandai berakhirnya masa kekuasaan kerajaan Gianyar dan perubahan statusnya menjadi bagian dari pemerintahan Indonesia.
β’ Peninggalan
![]() |
Gedong pingit di Puri Agung abianbase.
Bangunan ini menjadi saksi sejarah kepunggawaan Puri Abianbase dan memiliki nilai historis yang tinggi. Meskipun usianya sangat tua dan bagian atapnya sudah lapuk, upaya pemugaran dilakukan agar bangunan ini dapat difungsikan kembali sebagai tempat hunian
β’ Raja-raja
![]() |
1. Dewa Manggis Kuning
2. Dewa Manggis II Pahang
3. Dewa Manggis III Bengkel
4. Dewa Manggis IV Jorog (1771-1788)
5. Dewa Manggis V Madya (1788-1820)
6. Dewa Manggis VI Rangki (1820-1847)
7. Dewa Manggis VII Satria (1847-1844)
β’ Masa Kejayaan dan Keruntuhan
![]() |
Dewa Manggis Kuning terus berkembang dalam pengaruhnya, bahkan sampai terdengar oleh Raja Buleleng, yang menyerangnya di hutan Bengkel. Namun, Dewa Manggis Kuning berhasil mengalahkan raja tersebut. Tombak pusakanya yang digunakan dalam pertempuran ini menjadi pusaka utama raja-raja di kerajaan Gianyar.
Namun, pada akhirnya, seperti kerajaan Bali lainnya, Kerajaan Gianyar juga jatuh ke tangan Belanda dan akhirnya berubah status menjadi kabupaten di bawah pemerintahan Indonesia.
![]() |
Artikel ini ditulis oleh Rusmasiela Mewipiana Presilla, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(nor/nor)