Menjalankan puasa Ramadan merupakan sebuah kewajiban bagi umat muslim yang harus dijalankan demi memperoleh keberkahan dan pengampunan dari Allah. Dilansir dari laman detikHikmah, kewajiban puasa ini termaktub dalam surat Al Baqarah ayat 183 yang berbunyi:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,"
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh sebab itu, umat muslim dilarang untuk tidak berpuasa atau membatalkan puasanya tanpa alasan yang mampu dimaklumi. Dilansir dari laman NU Online, terdapat beberapa golongan yang diperbolehkan untuk membatalkan puasa secara sengaja seperti kaum musafir, orang sakit, orang tua yang sudah tidak berdaya, wanita hamil, wanita menyusui, dan orang yang hamper tercekik kehausan.
Selebihnya orang yang tidak termasuk ke dalam golongan tersebut namun tetap membatalkan puasa, maka akan mendapatkan konsekuensi.
Kriteria membatalkan puasa pun tidak hanya sebatas makan dan minum, namun juga melakukan berbagai kegiatan yang ditentang agama salah satunya melakukan tindakan tercela seperti menghasut orang untuk membatalkan puasa. Meskipun tidak ada hadits jelas yang mengatur mengenai ini, namun terkait sikap membiarkan mulut melakukan tindakan tercela seperti dusta dan menghasut orang, Syekh Said Muhammad Ba'asyin dalam Busyrol Karim mengatakan sebagai berikut.
ويتأكد له أي للصائم من حيث الصوم، وإن وجب لذاته ترك الكذب والغيبة وإن أبيحا لنحو إصلاح أو تظلم، فيسن تركهما. بخلاف الواجبين ككذب لإنقاذ مظلوم وذكر عيب خاطب توقفت النصيحة عليه وحفظ جوارحه من كل منهي عنه لخبر البخاري "من لم يدع قول الزور والعمل به فليس لله حاجة في أن يدع طعامه وشرابه". وخرج بزيادتي من حيث الصوم نحو النميمة والكذب والغيبة لذاتها فيجب تركها، فهي يجب تركها لذاتها، ويسن للصوم.
Artinya: Dusta dan ghibah semestinya dijauhi terutama oleh mereka yang sedang berpuasa meskipun menjauhi dua sifat tercela itu pada substansinya memang wajib. Sekalipun keduanya terpaksa dibolehkan untuk kepentingan mendamaikan pihak bertikai atau kepentingan bercerita terkait penganiayaan yang dilakukan seseorang, maka orang yang berpuasa sebaiknya menghindari dua jalan tadi.
Hal ini kembali diperkuat oleh para hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, yang berbunyi:
"Orang yang tidak menjauhi perkataan dusta dan mengamalkan dustanya, maka tidak ada hajat bagi Allah untuk menilai puasanya di mana ia bersusah payah seharian menjauhi makanan dan minuman".
Lalu Bagaimana Hukumnya Sengaja Membatalkan Puasa?
Dikutip dari laman detikHikmah, hukum bagi yang sengaja membatalkan puasa selain harus mengqadha puasanya juga harus membayar kaffarah dengan melakukan salah satu hal berikut:
- Berpuasa selama dua bulan berturut-turut
- Memerdekakan budak
- Memberi makan 60 fakir miskin
Meski demikian, hal tersebut masih tidak setara sebagaimana dalam hadits dari Kitab Fiqih Sunnah tulisan Sayyid Sabiq, Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ فِى غَيْرِ رُخْصَةٍ رَخَّصَهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُ لَمْ يَقْضِ عَنْهُ وَإِنْ صَامَ الدَّهْرَ كُلَّهُ
Artinya: "Barangsiapa tidak puasa satu hari di bulan Ramadhan tanpa adanya keringanan yang Allah 'azza wa jalla berikan kepadanya, maka tidak akan bisa menjadi ganti darinya, sekalipun ia berpuasa selama satu tahun," (HR Abu Hurairah).
Demikianlah hukum mengajak orang batal puasa di bulan Ramadan. Bagi umat muslim sebaiknya menjalankan ibadah puasa dengan bersungguh-sungguh dan menghindari tindakan tercela seperti di atas demi memperoleh keberkahan dan pengampunan di bulan suci ini. Semoga informasi ini berguna dan bermanfaat bagi Anda. Selamat menjalankan ibadah puasa!
Artikel ini ditulis oleh Ni Wayan Santi Ariani peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(nor/nor)