Ketua KPU Langgar Etik gegara Loloskan Gibran, tapi Tak Pengaruhi Pencalonan

Ketua KPU Langgar Etik gegara Loloskan Gibran, tapi Tak Pengaruhi Pencalonan

Tim detikNews - detikBali
Senin, 05 Feb 2024 14:37 WIB
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kembali menggelar persidangan dugaan pelanggaran kode etik anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) karena telah menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden, pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang digelar di ruang sidang, Kantor DKPP, Jakarta Pusat, Senin (15/1/2024).
DKPP menggelar persidangan dugaan pelanggaran kode etik anggota KPU digelar di ruang sidang, Kantor DKPP, Jakarta Pusat, Senin (15/1/2024). (Foto: Grandyos Zafna)
Jakarta -

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua KPU Hasyim Asy'ari. DKPP menyatakan Hasyim melanggar etik terkait tindakannya dalam proses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres).

"Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari," kata Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusan di Gedung DKPP yang disiarkan di YouTube DKPP, Senin (5/2/2024), dikutip dari detikNews.

Selain Hasyim, anggota KPU RI lainnya juga dijatuhi sanksi peringatan. Mereka adalah Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Idham Holik, dan M Afifuddin.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak Pengaruhi Pencalonan Gibran

Putusan DKPP yang memberikan sanksi kepada Hasyim dan anggota KPU lainnya tak menyentuh urusan sah atau tidaknya pendaftaran capres-cawapres dalam Pemilu 2024. Dengan demikian, putusan itu juga tak mempengaruhi pencalonan Gibran sebagai cawapres yang mendampingi Prabowo Subianto.

"Ini kan murni putusan etik. Nggak ada kaitannya dengan pencalonan. Nggak ada," kata Ketua DKPP Heddy Lugito, Senin.

ADVERTISEMENT

Diketahui, terdapat empat laporan yang diterima DKPP. Pelapor adalah Demas Brian Wicaksono (Perkara nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023), Iman Munandar B. (perkara Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), PH Hariyanto (perkara Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (perkara Nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023).

Pada intinya, keempat laporan tersebut menggugat hal yang sama, yakni terkait langkah KPU yang menerima pendaftaran Prabowo-Gibran setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK). KPU disebut belum mengubah atau menyesuaikan PKPU terkait pendaftaran capres-cawapres.

Dalam pertimbangannya, DKPP menilai teradu telah melanggar kode etik karena mengirimkan surat ke pimpinan partai politik perihal tindak lanjut putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang pada pokoknya meminta partai politik memedomani putusan MK dalam tahapan pencalonan presiden dan wakil presiden 2024. DKPP juga mengatakan para teradu, pada 25 Oktober 2023, menerima berkas pendaftaran Prabowo-Gibran dan langsung menyebut memenuhi syarat dengan menjadikan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 yang belum direvisi sesuai putusan MK sebagai rujukan.

DKPP menilai para teradu seharusnya merevisi PKPU lebih dulu agar sesuai dengan putusan MK, bukan sekadar mengirimi surat kepada partai politik. Meski demikian, KPU juga mempertimbangkan langkah yang telah dilakukan KPUse usai ada putusan MK yang mengubah syarat usia capres-cawapres.

Di sisi lain, DKPP mengatakan KPU memang wajib menerima pendaftaran Prabowo-Gibran sebagai pelaksanaan konstitusi.

"Para teradu memiliki kewajiban untuk melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut sebagai perintah konstitusi. Bahwa tindakan para teradu menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 dalam pencalonan peserta pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 adalah tindakan yang sudah sesuai dengan
konstitusi," ujar DKPP.

Respons Ketua KPU

Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari menghormati putusan DKPP tersebut. Ia awalnya memaparkan posisi KPU yang kerap dilaporkan atas pelaksanaan tugasnya. Terkait pelaporan ke DKPP, Hasyim menekankan dirinya dan jajaran mengikuti proses persidangan yang digelar DKPP.

"Konstruksi di UU Pemilu itu KPU itu posisinya selalu sebagai ter- ya. Terlapor, termohon, tergugat, dan teradu. Nah, kalau di DKPP itu sebagai teradu. Nah, karena saya sebagai teradu maka saya mengikuti proses-proses persidangan di DKPP. Ketika ada sidang, diberikan kesempatan untuk memberikan jawaban, keterangan, alat bukti, argumentasi sudah kami sampaikan," kata Hasyim seusai rapat bersama Komisi II DPR di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Senin.

Hasyim memahami kewenangan dan putusan DKPP. Namun, dia enggan mengomentari lebih jauh terkait putusan DKPP tersebut.

"Sebagai pihak teradu, kami tidak akan komentar terhadap putusan tersebut karena semua komentar catatan argumentasi sudah kami sampaikan pada saat di jalan persidangan," imbuhnya.




(iws/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads