Agar Hak Suara ODGJ Tidak Diselewengkan

Agar Hak Suara ODGJ Tidak Diselewengkan

Noviana Windri Rahmawati - detikBali
Senin, 22 Jan 2024 19:14 WIB
Ketua Bawaslu Bali I Putu Agus Tirta Suguna. (Istimewa)
Foto: Ketua Bawaslu Bali I Putu Agus Tirta Suguna. (Istimewa)
Denpasar -

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Bali akan mengawasi hak pilih orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) agar tidak diselewengkan oleh pihak tertentu. Bawaslu mulai mengawasi potensi penyalahgunaan hak suara penyandang disabilitas mental sejak nama mereka ditetapkan dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Ketua Bawaslu Bali I Putu Agus Tirta Suguna mengatakan lembaganya bersama KPU akan terus mengawasi hak pilih ODGJ. Sejauh ini belum ditemukan penyalahgunaan DPT penyandang disabilitas mental di Pulau Dewata.

"Kami memastikan siapa yang bisa mempergunakan hak suaranya dan hak suara itu tidak disalahgunakan oleh pihak lain untuk kepentingan pribadi atau kelompok," Agus menegaskan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebanyak 4.955 ODGJ masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada Pemilu 2024 di Bali. Ribuan penyandang disabilitas mental di sembilan kota/kabupaten di Pulau Dewata yang tidak kehilangan kemampuan memilih atau tidak memiliki gangguan jiwa permanen itu memiliki hak suara pada Rabu, 14 Februari mendatang.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Muhammad Ihsan Maulana mengatakan penyelewengan hak pilih penyandang disabilitas mental salah satunya dengan cara tidak menyampaikan formulir C6 atau surat pemberitahuan pemungutan suara kepada pemilih terkait. Hal ini menimbulkan potensi penyalahgunaan hak pilih ODGJ.

ADVERTISEMENT

Potensi penyalahgunaan lain, Ihsan melanjutkan, ketika ODGJ tidak bisa memilih sendiri dan butuh bantuan dari keluarga atau anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Penyandang disabilitas mental tersebut bisa diarahkan untuk memilih kandidat tertentu.

Menurut Ihsan, KPU minim menyosialisasikan tata cara pencoblosan yang benar pada pemilih yang menyandang disabilitas mental. "Itu berpotensi sebagai hambatan dan penyalahgunaan suara disabilitas mental," paparnya.

Dosen Ilmu Politik Universitas Udayana, Kadek Dwita Apriani, berpendapat KPU seharusnya mendata seluruh ODGJ. Sebab, sejumlah penyandang disabilitas berat bisa saja dinyatakan sembuh saat hari pencoblosan.

"Didaftarkan saja dulu, ini orang-orang yang memiliki KTP dan memiliki kriteria (memenuhi syarat sebagai pemilih), tapi kemudian ada catatan," imbuh Dwita.

Dwita mengimbau agar KPU memberikan kemudahan akses bagi penyandang disabilitas mental untuk mendapatkan surat keterangan dari dokter. Sebab, masih ada ODGJ yang sudah sembuh, tapi enggan memeriksakan dirinya karena sulitnya menjangkau tenaga kesehatan.

Lidartawan mengatakan KPPS tidak bisa mengatur teknis saat ODGJ mencoblos di TPS. KPPS tidak mungkin memasang microphone pada penyandang disabilitas saat mereka memilih karena justru khawatir melanggar prinsip kerahasiaan pemilih.

"Saya hanya bisa bilang pilih dengan hati nurani," tutur Lidartawan.




(gsp/dpw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads