Hak Suara Penyandang Disabilitas Mental di Pulau Dewata

Hak Suara Penyandang Disabilitas Mental di Pulau Dewata

Noviana Windri Rahmawati - detikBali
Senin, 22 Jan 2024 18:24 WIB
Pegawai di Rumah Berdaya Denpasar (kemeja putih) saat memberikan arahan kepada ODGJ sebelum membuat dupa, Senin (11/12/2023). (Noviana Windri/detikBali)
Foto: Pegawai di Rumah Berdaya Denpasar (kemeja putih) saat memberikan arahan kepada ODGJ sebelum membuat dupa, Senin (11/12/2023). (Noviana Windri/detikBali)
Denpasar -

Mangku Astawa mengantarkan putrinya, Putu Astini, ke Rumah Berdaya Denpasar, Bali, pada Senin (11/12/2023). Perempuan berusia 30 tahun yang mengalami skizofrenia tersebut sudah satu bulan mengikuti kegiatan rehabilitasi di Rumah Berdaya Denpasar.

Astawa menerangkan Astini mengalami skizofrenia (gangguan mental berat yang dapat memengaruhi tingkah laku, emosi, dan komunikasi) sejak berusia 20 tahun. Meski begitu, putrinya itu sempat mengikuti Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

Saat itu, Astini mencoblos di Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Pemogan, Denpasar, tanpa didampingi. "Anak saya masih bisa dan mengerti dengan arahan," tuturnya kepada detikBali di Rumah Berdaya, Senin (11/12/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebanyak 4.955 orang dengan ganguan jiwa (ODGJ) masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada Pemilu 2024 di Bali. Ribuan penyandang disabilitas mental di sembilan kota/kabupaten di Pulau Dewata yang tidak kehilangan kemampuan memilih atau tidak memiliki gangguan jiwa permanen itu memiliki hak suara pada Rabu, 14 Februari mendatang.

Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari menegaskan mereka yang terganggu secara mental di bawah pengampuan rumah sakit jiwa atau panti sosial akan diberikan hak memilih. Anggota KPU di daerah akan berkoordinasi dengan para pengasuh supaya penyandang disabilitas mental tersebut bisa mengikuti pesta demokrasi.

ADVERTISEMENT
Infografis ODGJ di Bali masuk DPT Pemilu 2024. (detikcom)Infografis ODGJ di Bali masuk DPT Pemilu 2024. (detikcom)

Astawa menjelaskan Astini datang ke TPS saat Pilpres 2019 tanpa didampingi pendamping. "Anak saya masih bisa dan mengerti dengan arahan," tutur pria asal Karangasem, Bali, tersebut.

Astawa menambahkan tidak ada tekanan saat Astini menyalurkan hak pilihnya pada Pilpres 2019. "Tak ada intimidasi," ungkapnya.

Ketua KPU Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan mengatakan salah satu landasan hak suara ODGJ adalah Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penyusunan Daftar Memilih dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Sistem Informasi Data Pemilih. Aturan itu menyebutkan warga negara Indonesia (WNI) yang terdaftar sebagai pemilih memenuhi syarat antara lain, berumur 17 (tujuh belas), sudah kawin, atau sudah pernah kawin; tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan; berdomisili di wilayah Indonesia dibuktikan dengan KTP elektronik; berdomisili di luar negeri yang dibuktikan dengan KTP elektronik, paspor dan/atau Surat Perjalanan Laksana Paspor; hingga bukan tentara maupun polisi.

"Yang dilayani itu semua warga negara, tidak membedakan dia ODGJ atau bukan," tutur Lidartawan di kantornya beberapa waktu lalu.

Saat Pemilu 2024, Lidartawan melanjutkan, penyandang disabilitas mental boleh didampingi satu orang. Pendamping tersebut harus mengurus formulir C3 di TPS setempat demi menjaga kerahasiaan pilihan ODGJ tersebut.

"Di masing-masing TPS ada 5-10 formulir pendampingan. Jadi tidak sembarang orang bisa mendampingi ODGJ," ungkap Lidartawan.

Lidartawan menekankan tidak semua ODGJ diberikan kesempatan untuk mencoblos. Contohnya, ODGJ permanen yang sudah sama sekali tidak punya ingatan apapun.

Dokter, Lidartawan melanjutkan, akan memberikan hasil pemeriksaan pagi hari sebelum hari pemilu pada Rabu (14/2/2024). Jika dokter menyatakan pemilih tersebut hilang ingatan atau tidak bisa mencoblos petugas KPU akan menuruti saran tersebut.




(gsp/dpw)

Hide Ads