Tangan Samsul Hadi terus memukuli lingkaran besi di atas batang kayu dengan menggunakan palu. Lingkaran itu lalu dilingkarkan ke kayu dan dipukuli hingga bentuknya simetris.
Pria asal Banyuwangi, Jawa Timur, tersebut menjadi perajin jimbe di CV Bali Danu Sentana sejak tujuh tahun lalu. "Tugas saya juga memasang kulit kendang," ungkapnya kepada detikBali di bengkel CV Bali Danu Sentana, Denpasar, Bali, Februari lalu.
Bali Danu Sentana dimiliki oleh Made Sudarsa. Dia mulai memproduksi jimbe sejak 2014.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sudarsa menerangkan sebelum membuat jimbe, ia hanya menjadi agen. Pria berusia 58 tahun itu mencari jimbe dari para pengrajin lalu menjualnya kepada konsumen.
Sudarsa beralih menjadi produsen jimbe karena telah memiliki pelanggan. Apalagi, saat itu, ia kesulitan mencari jimbe yang sesuai dengan standar pembeli. "Akhirnya kami bikin sendiri," tuturnya.
![]() |
Mulanya, Sudarsa membuat jimbe di Kerobokan, Badung. Namun, seiring meningkatnya pesanan, ia memerlukan bengkel yang bisa menjadi gudang.
Sudarsa lalu meminjam uang ratusan juta rupiah ke BRI melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada 2015. Bank pelat merah itu merupakan salah satu bank penyalur KUR untuk mendukung pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Pinjaman tersebut kemudian digunakan Sudarsa untuk membeli gudang di Gang Angsoka Selatan Nomor 99, Denpasar Utara. "Gudang itu jadi jaminan ke bank," kenangnya.
Sudarsa membuat jimbe dari kulit kambing dan mahoni. Kulit kambing ia datangkan dari Kediri, sedangkan mahoni dari Blitar, Jawa Timur.
Sudarsa menjual jimbe dengan beragam harga tergantung pada ukuran dan desain. Misalkan, untuk jimbe berdiameter 40 sentimeter (cm) dibanderol Rp 100 ribu-150 ribu; 50 cm Rp 250 ribu-Rp 400 ribu; serta 60 cm Rp 300 ribu-Rp 600 ribu.
Sudarsa menjual jimbe buatannya ke sejumlah kota seperti Palembang dan Jakarta. Alat musik tabuh itu biasanya dipesan oleh sekolah.
Bahkan, Sudarsa juga mengekspor jimbenya ke mancanegara seperti Jepang, China, Australia, dan Jerman. "Jimbe bisa digunakan sebagai alat healing," tuturnya.
Sudarsa enggan membeberkan pendapatan dari penjualan jimbe itu karena konsumennya membeli borongan. Yang jelas, usahanya terus eksis hingga ia memiliki sembilan pekerja.
Para pegawai di Bali Danu Sentana diupah secara borongan. "Bayarannya bergantung berapa (jimbe) yang bisa diselesaikan," tutur Sudarsa.
Melalui usahanya tersebut, Sudarsa bisa menyekolahkan satu keponakannya hingga sarjana. Ia bersyukur para pegawainya juga bisa menyekolahkan anak-anaknya.
Samsul Hadi berharap pesanan jimbe terus mengalir. Sebab, belakangan mulai terjadi penurunan pesanan hingga 50 persen. "Saya berharap kerjaan bisa lancar terus," tutur pria 33 tahun itu.
Regional CEO BRI Denpasar Hery Noercahya menuturkan pemberian KUR bertujuan memperkuat permodalan usaha dalam rangka percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM. "Manfaat yang dirasakan oleh pelaku UMKM adalah terbantu dalam pembiayaan dalam pengembangan usaha untuk meningkatkan produksi dan menjadi mandiri sehingga memberikan efek terhadap pendapatan masyarakat yang semakin meningkat," ujarnya.
BRI, Herry menambahkan, berupaya mempermudah UMKM untuk mengakses KUR. Misalkan, persyaratan pengajuan pinjaman yang mudah hingga jaringan kantor BRI yang menjangkau masyarakat di pelosok.
(gsp/hsa)