Wayan Koster mengakhiri masa jabatannya sebagai Gubernur Bali periode 2018-2023 per Selasa (5/9/2023). Selama menjabat, Koster yang didampingi Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati atau Cok Ace sebagai Wakil Gubernur Bali mengeluarkan sejumlah kebijakan kontroversial.
Pengamat politik dari Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar I Nyoman Subanda mengatakan beberapa kebijakan Gubernur Koster menuai pro dan kontra. Salah satu yang dia soroti adalah pernyataan Koster saat mengajak masyarakat untuk minum arak pagi dan malam.
"Kan tidak semua orang minum arak. Apakah itu sudah dikaji berdasarkan penelitian bahwa itu bagus untuk kesehatan atau tidak? Perlu ada klarifikasi yang jelas," kata Subanda saat dihubungi detikBali, Selasa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Koster mengajak masyarakat Bali minum arak satu sloki setiap pagi hari sebelum berangkat kerja untuk menjaga kesehatan dan meningkatkan semangat kerja. Kemudian, malam hari sebelum tidur minum satu sloki agar tidur lebih nyenyak. Pernyataan itu diungkapkan Koster saat kunjungan kerja ke Kabupaten Karangasem, pada 25 Januari 2023.
Politikus PDI Perjuangan itu bahkan menetapkan Hari Arak Bali setiap 29 Januari. Penetapan Hari Arak Bali itu disebut sebagai upaya dan strategi memperkokoh perlindungan dan pemberdayaan Arak Bali. Menurutnya, peringatan itu sebagai tonggak perubahan status yang mengangkat keberadaan, nilai, dan harkat Arak Bali.
Subanda menyebut komunikasi politik Koster perlu diperbaiki. Menurutnya, Koster kerap mengutarakan statemen kontroversial dan tidak pernah diklarifikasi dengan penjelasan yang baik.
"Artinya tentang komunikasi politiknya, komunikasi organisasinya, itu juga perlu dievaluasi. Sehingga terbangun citra yang baik di mata publik," tutur pria lulusan Universitas Airlangga dan Universitas Gajah Mada tu.
Selain terkait arak Bali, Subanda juga menyoroti kebijakan larangan mendaki gunung di Bali. Koster beralasan kegiatan mendaki dapat merusak kesucian gunung. Kebijakan Koster yang melarang pendakian di 22 gunung itu menuai polemik. Musababnya, ekonomi sebagian warga Bali masih bergantung pada para pendaki.
"Dasar-dasarnya membuat kebijakan itu apa? Itu juga kontroversi, apa sih alasannya. Ya harus klarifikasi, transparansi. Akhirnya seperti pecinta alam di mana-mana kumpul membahas itu, ya kontra," imbuh Subanda.
Selain itu, Subanda juga menyebut beberapa kebijakan Koster yang menuai pro-kontra. Mulai dari penghapusan sistem asrama di SMA Bali Mandara, pungutan 150 ribu untuk wisatawan asing, hingga penolakan terhadap Timnas Israel untuk Piala Dunia U-20 yang batal digelar di Indonesia.
(iws/dpw)