Sejumlah perbekel atau kepala desa di Kabupaten Buleleng, Bali, diperiksa sebagai saksi oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), Rabu (9/8/2023). Mereka diperiksa terkait tindak pidana dugaan gratifikasi yang menjerat mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Buleleng Fahrur Rozi.
Ketua Forum Komunikasi Kepala Desa dan Lurah (Forkomdeslu) Buleleng Ketut Suka menyebut Rozi sempat menekan para perbekel untuk melakukan pengadaan buku perpustakaan desa. Menurutnya, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Buleleng yang saat itu dijabat oleh Dewa Ketut Puspaka dua kali mengeluarkan surat edaran (SE) terkait pengadaan buku perpustakaan desa.
"Awalnya sih memang menekan, makanya Sekda dua kali mengeluarkan surat meminta pengadaan (buku)," kata Suka saat ditemui seusai diperiksa, Rabu malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Suka, surat edaran itu sempat ditolak oleh para perbekel di Buleleng lantaran anggaran yang dipatok dinilai terlalu tinggi, yakni minimal Rp 50 juta per desa. Selain itu, pengadaan buku juga belum menjadi prioritas seluruh desa di Buleleng.
Suka mengungkapkan Perbekel Desa Dencarik Made Suteja yang ketika itu getol menolak proyek pengadaan buku itu malah terjerat kasus korupsi dana APBDes pada 2015-2016 senilai Rp 149 juta dan ditahan setahun penjara. Suteja saat itu menjabat sebagai Ketua Forkomdeslu Kabupaten Buleleng.
"Pasca-penolakan yang kami lakukan, muncul kasus lain yang seolah-olah ada hubungannya dengan ini. Karena sasarannya jelas hanya Pak Suteja, karena beliau yang paling menyuarakan penolakan (pengadaan buku perpustakaan desa)," imbuhnya.
Setelah Perbekel Dencarik dijebloskan ke penjara, Suka melanjutkan, pada 2018 para perbekel di Buleleng akhirnya terpaksa untuk menganggarkan dana desa untuk pengadaan buku perpustakaan desa. Namun, mereka meminta tolong kepada Fahrur Rozi yang ketika itu menjabat Kajari Buleleng proyek pengadaan buku itu tidak dipatok nominalnya.
"Kami sampaikan pada Kajari saat itu 'tolong dong jangan sampai matok nominal, berikan kebebasan kepada desa yang menganggarkan sesuai dengan kebutuhan'. Karena tidak mungkin desa A dan desa B memiliki kepentingan yang sama," jelasnya.
Menurut Suka, tidak semua desa menganggarkan pengadaan buku. Kurang lebih sekitar 45 desa yang akhirnya menganggarkan pengadaan buku perpustakaan desa dengan nominal beragam, dari Rp 5 juta, Rp 10 juta, hingga yang tertinggi Rp 20 juta.
Para perbekel yang menganggarkan pengadaan buku itu kemudian diperkenalkan dengan pihak rekanan dan dipersilakan memilih buku sendiri. Kendati demikian, Suka mengaku tidak mengetahui apakah buku yang dijual saat itu lebih mahal dari harga pasaran atau tidak. Menurutnya, buku yang dibeli itu hingga kini masih tersimpan di perpustakaan desa.
Mantan Sekda Buleleng Dewa Ketut Puspaka yang disebut-sebut mengeluarkan SE untuk pengadaan buku perpustakaan desa belum bisa dikonfirmasi hingga berita ini diterbitkan.
Sebelumnya, Fahrur Rozi terseret kasus gratifikasi dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung. Kasus gratifikasi tersebut terjadi pada 2006 hingga 2019 saat Fahrur masih menjabat sebagai Kepala Kejari Buleleng.
Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana mengungkapkan Fahrur Rozi menerima uang Rp 24,4 miliar dari Dirut CV Aneka Ilmu Suswanto yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka. CV Aneka Ilmu merupakan perusahaan percetakan dan penerbitan buku. Adapun pemberian uang tersebut dilakukan dengan modus pinjaman modal usaha.
Ketut mengungkapkan Fahrur Rozi menerima uang Rp 24,4 miliar dari Dirut CV Aneka Ilmu Suswanto yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka. CV Aneka Ilmu merupakan perusahaan percetakan dan penerbitan buku. Adapun pemberian uang tersebut dilakukan dengan modus pinjaman modal usaha.
"Penerimaan uang tersebut seolah-olah merupakan hasil dari pinjaman modal usaha dari tersangka FR kepada CV Aneka Ilmu dengan total pinjaman modal yang diterima dari tersangka FR dalam kurun waktu 2006 sampai dengan 2014 sebesar Rp 13.473.538.000," kata Ketut dalam keterangan tertulis yang dikutip detikNews, Selasa (1/8/2023).
(iws/gsp)