Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Barat (NTB) mengungkap jaringan penyelundupan daging penyu hijau dari NTB menuju Bali. Polisi menangkap tiga penyelundup yakni IGS (35), IGR, dan S (65).
Kepala Bidang Humas (Kabid humas) Polda NTB Kombes Arman Asmara Syarifuddin mengatakan IGS ditangkap saat akan mengirim daging penyu dari Pelabuhan Kayangan, Lombok Timur, pada Selasa (25/7/2023). "Pelaku diamankan saat akan mengirim daging penyu yang dimasukkan ke dalam boks styrofoam hasil tangkapan ilegal di Sumbawa," tuturnya saat konferensi pers di Polda NTB, Selasa (1/8/2023).
Dari penangkapan tersebut, Arman melanjutkan, polisi membekuk IGR di rumahnya di Kelurahan Sabedo, Kecamatan Utan, Sumbawa, pada Kamis (27/7/2023). Sedangkan S ditangkap di Kecamatan Alas, Sumbawa.
"Jadi peran IGS sebagai sopir atau pengangkut, IGR pemilik kendaraan, dan S pemilik barang (daging penyu) yang didapat dari nelayan di Sumbawa," ujar Arman.
Kepala Sub Bagian (Kasubdit) Penegakkan Hukum (Gakkum) Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (Ditpolairud) Polda NTB Kompol Agus Purwanta mengatakan daging penyu itu rencananya dikirim ke sebuah restoran di Bali. Namun, sebagian daging juga untuk dikonsumsi sendiri.
Penyidik, Agus melanjutkan, masih terus mengembangkan kasus tersebut dan memburu siapa penerima daging penyu yang sudah dicacah tersebut. Apalagi, S sudah dua kali mengirim daging penyu ke Pulau Dewata dengan harga Rp 150 ribu per kilogram. "Ini masih terus dilakukan pengembangan," paparnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
S mengakui perbuatannya. Dia mendapatkan daging penyu dari para nelayan di Sumbawa dengan harga Rp 400 ribu hingga Rp 600 ribu per ekor.
"Jadi harga itu tergantung ukuran dan beratnya. Kalau semakin berat, semakin mahal," ujar S.
S mengungkapkan di pesisir pantai Sumbawa terdapat nelayan khusus yang menangkap penyu untuk dijual. Namun, ia tidak mengetahui secara pasti jumlah mereka.
Kini IGS, IGR, dan S berstatus tersangka. Tiga sekawan itu dijerat dengan Pasal 35 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan dengan ancaman maksimal penjara 8 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.
(gsp/gsp)