Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Jembrana memastikan adanya pegawai kontrak yang melanggar aturan dengan mendaftar sebagai bakal calon legislatif (bacaleg). Sanksi yang diberikan akan disesuaikan pada instansi yang berwenang di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jembrana, mengingat pelanggaran yang dilakukan tidak termasuk ke dalam pelanggaran Pemilu.
Ketua Bawaslu Jembrana Pande Made Ady Mulyawan mengungkapkan telah melakukan penelusuran dan kajian terkait informasi adanya pegawai kontrak yang mendaftar sebagai bacaleg. Selain itu, ia juga telah menyampaikan rekomendasi kepada Pemkab Jembrana.
"Telah tercatat lima bacaleg yang sudah terkonfirmasi," ungkap Pande ditemui detikBali, Kamis (25/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kajian yang dilakukan, lanjut Pande, pelanggaran yang dilakukan merupakan pelanggaran terkait dengan aturan atau ketentuan mengenai netralitas aparatur sipil negara. "Hal ini diatur dalam surat edaran dan surat keputusan bersama empat lembaga, yaitu Kementerian Dalam Negeri, Kemenpan RB, KASN, dan Bawaslu," papar Pande.
Dalam rekomendasi yang disampaikan Bawaslu Jembrana kepada Pemkab Jembrana, yang juga ditujukan kepada Bupati Jembrana I Nengah Tamba, disebutkan pegawai kontrak yang mencalonkan diri sebagai bacaleg harus ditindak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Kami menegaskan bahwa Bawaslu tidak memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi, melainkan hanya memberikan rekomendasi kepada instansi terkait," ujar Pande.
Diberitakan sebelumnya, Sekretaris Kabupaten Jembrana I Made Budiasa telah mengungkapkan bahwa berdasarkan laporan dari Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Jembrana, Siluh Ktut Natalis Semaradani, saat ini sudah ada lima pegawai kontrak yang dipanggil oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) tempat mereka bekerja.
Menurut Budiasa, berdasarkan aturan yang berlaku, termasuk Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023, bacaleg diwajibkan mengundurkan diri.
Hal ini berlaku juga bagi pegawai kontrak karena mereka menerima penghasilan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Selain ketentuan yang diatur oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), aturan aparatur sipil negara (ASN) juga mengharuskan para pegawai, termasuk pegawai kontrak, yang berperan sebagai pelayan publik untuk mundur sebagai pegawai kontrak demi menjaga netralitas.
(efr/nor)