Aliansi Bali Menggugat (ABM) melakukan demo di depan Kantor Gubernur Bali, Senin (1/5/2023) dalam rangka memperingati Hari Buruh. Aliansi tersebut merupakan gabungan dari pekerja, masyarakat, dan mahasiswa.
Selain ditujukan ke pemerintah pusat, para buruh berharap aspirasi mereka didengar Gubernur Bali Wayan Koster.
Sekretaris Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) Regional Bali Ida I Dewa Made Rai Budi Darsana menjabarkan beberapa tuntutan oleh Aliansi Bali Menggugat. Salah satunya menolak pasal-pasal yang dimuat dalam UU Cipta Kerja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami dengan tegas menyatakan menolak UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, itu yang pertama kami umumkan, karena saat ini sudah dilakukan review di Mahkamah Konstitusi, mudah-mudahan saja MK mendengarkan suara rakyat Bali khususnya untuk segera untuk mencabut UU Cipta Kerja," beber Budi, Senin.
Tuntutan kedua, Aliansi Bali Menggugat meminta kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali membuat kebijakan tegas terhadap warga negara asing (WNA) yang bekerja secara ilegal di Bali. Budi menganggap saat ini belum ada tindakan dan kebijakan yang tegas, karena banyak masyarakat akan kehilangan pekerjaan di tanahnya sendiri.
"Persoalan tenaga kerja asing di Bali, marak pelanggaran visa wisata mereka pergunakan untuk bekerja, mengambil hajat hidup orang Bali, itu jadi persoalan penting untuk ditindaklanjuti oleh pihak-pihak terkait baik Imigrasi maupun kepolisian," tegas Budi juga selaku Koordinator Aksi Aliansi Bali Menggugat.
ABM juga menyentil Dinas Ketenagakerjaan yang dinilai kekurangan jumlah pengawas. Hal itu berbanding terbalik dengan ribuan perusahaan di Provinsi Bali dan ratusan ribu pekerja. Tentu, dengan minimnya jumlah pengawas banyak pelanggaran-pelanggaran yang terabaikan, seperti PHK sepihak, masalah upah, kecelakaan kerja, dan lainnya.
"Kami juga meminta sumber daya manusia di pengawasan wilayah kota khususnya, yang berjumlah 24 orang itu diperhatikan bila perlu ditambahkan, karena nggak maksimal," jelasnya.
Tuntutan keempat, ABM mendesak DPR untuk segera mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT). Ini lantaran banyak kasus yang dialami oleh pekerja perempuan di luar negeri diperlakukan tidak adil.
"Banyak pekerja-pekerja perempuan kita yang bekerja di luar negeri diperlakukan tidak adil dan semena-mena," ujarnya.
Tuntutan terakhir, Budi mendorong Pemprov Bali agar membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang perlindungan tenaga kerja di Bali. Menurutnya, banyak kasus pegawai kontrak hingga anak magang tidak mendapatkan hak yang layak. Termasuk perlindungan jaminan sosial. Padahal mereka bekerja sudah seperti pegawai tetap.
"Pariwisata Bali itu salah satu penyumbang terbesar yang ada di Indonesia. Ironisnya, pekerjanya kontrak, itu yang kami dorong dengan tegas agar Perda segera dibuat untuk melindung pekerja lokal dari pengusaha-pengusaha dalam tanda kutip nakal itu memperlakukan semena-mena," cecar Budi.
(hsa/efr)