Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Rusia menandatangani perjanjian ekstradisi. Perjanjian itu diteken oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly dan Menteri Kehakiman Rusia Konstantin Anatolievich Chuychenko di Nusa Dua, Bali, Jumat (31/3/2023).
"Penandatanganan perjanjian ekstradisi ini melanjutkan capaian atas ditandatanganinya perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana atau Mutual Legal Assistance in Criminal Matters antara RI dan Rusia di Moskow, 13 Desember 2019," tutur Yasonna. Perjanjian ini menjadi perjanjian ekstradisi pertama antara Indonesia dengan negara di Eropa.
Yasonna menerangkan hubungan diplomatik Indonesia dan Rusia telah berjalan selama 73 tahun. Hubungan diplomatik itu kedua negara itu dimulai sejak 3 Februari 1950.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Yasonna, Indonesia maupun Rusia memiliki wilayah teritorial yang sangat luas. Akibatnya, rentan dimanfaatkan sebagai tempat melarikan diri pelaku tindak pidana.
"Meskipun mekanisme pemulangan para pelaku tindak pidana juga dapat dilakukan melalui mekanisme deportasi dan kerja sama keimigrasian, namun kerja sama ekstradisi tetap menjadi opsi yang utama karena ekstradisi bersifat formal dan mengikat," ungkap Yasonna.
Penandatanganan perjanjian ekstradisi ini, Yasonna melanjutkan, sesuai arahan Presiden Joko Widodo dalam penegakan hukum yang berfokus pada pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana pendanaan terorisme.
"Lebih lanjut, perjanjian ekstradisi antara RI dan Rusia ini juga merupakan sinyalemen kuat untuk mendukung pemberantasan tindak pidana yang mengancam stabilitas dan integritas sistem keuangan," tutur Yasonna.
(gsp/bir)