Warga Desa Bengkala, Buleleng, Bali menarik para peneliti. Musababnya, dari sekitar 3 ribu penduduk desa, 42 orang terlahir tuli. Masyarakat setempat menyebut penyandang disabilitas itu sebagai Kolok.
Penyarikan (Sekretaris) Desa Adat Bengkala Ketut Darpa menuturkan sejumlah peneliti datang mengunjungi desa itu untuk mengetahui penyebab sebagian penduduk terlahir Kolok. Salah satu peneliti yang datang adalah Jhon Hinan dari Universitas Archipelago, Amerika Serikat.
Jhon Hinan melakukan penelitian di Desa Bengkala sejak 1988 hingga 1993. Sebanyak 200 warga Desa Bengkala diambil sampel darahnya untuk diteliti.
Baca juga: Tak Ada Marginalisasi di Desa Bengkala |
Kesimpulannya, 200 warga tersebut rerata memiliki potensi memiliki keturunan Kolok. "Berdasarkan tes DNA, hampir rata-rata memiliki potensi keturunan Kolok," tutur Ketut Darpa kepada detikBali Selasa (14/2/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Darpa, ada juga pasangan Kolok yang berkeluarga tapi anaknya tidak tuli. Namun, ada juga pasangan bukan Kolok, tapi memiliki anak tuli.
Ada juga mitos yang berkembang di masyarakat terkait penyebab sebagian warga Desa Bengkala tuli. Mitos itu menyebutkan dahulu kala penduduk Desa Bengkala diperlakukan semena-mena oleh Raja Sri Maharaja Jayapangus yang berkuasa pada 1.178-1.181 masehi.
Menurut Darpa, dahulu penduduk Desa Bengkala bekerja sebagai petani. Jayapangus kemudian membebani mereka berbagai macam pajak.
Baca juga: Sekolah Inklusi di Desa Bengkala |
Warga pun resah. Mereka menolak pemungutan pajak itu dengan cara menutup mulut dan mogok kerja. Para penduduk selalu diam saat petugas pajak kerajaan menarik pajak. Hal itu yang diduga mengakibatkan warga Desa Bengkala menjadi tuli.
"Apakah ini sebuah kutukan karena tidak patuh dengan kerajaan? Bisa saja," tutur Darpa. "Karena dulu kehidupan masyarakat Bali dipenuhi dengan mistik."
Jurnal Humanis Fakultas Ilmu Budaya Universita Udayana (Unud) Vol. 16.1 Juli 2016 204-209 berjudul Prasasti Bengkala Sebuah Kajian Epigrafi menyebutkan Prasasti Bengkala merupakan sebuah piagam yang ditujukan kepada masyarakat Bengkala. Prasasti itu dikeluarkan oleh Raja Jayapangus pada 1.103 caka atau 1.181 masehi.
Prasasti Bengkala menceritakan tentang kebingungan masyarakat Bengkala karena petugas pemungut pajak. Piagam itu ditulis menggunakan aksara Jawa pada masa Raja Jayapangus.
Salah satu warga Bengkala yang tuli sejak lahir adalah Kadek Sukerti. Dia menikah dengan Wayan Subentar yang juga tuli sejak lahir. Namun, kedua anak Sukerti, Wayan Adnyana (6) dan Made Sudharma (1) bukan penyandang disabilitas tuli.
Sukerti menuturkan meski ia dan suaminya tuli, warga desa tidak pernah mendiskriminasi pasangan itu. Penduduk, justru terbiasa berkomunikasi dengan keluarga tersebut menggunakan bahasa isyarat Kolok.
"Kami nyaman tinggal di sini, tidak ada yang membeda-bedakan kami, walaupun kami punya kekurangan," kata Sukerti menggunakan bahasa Kolok.
(nor/gsp)