Perempuan berbaju merah itu duduk memangku anak laki-laki di teras rumah. Kedua telapak tangan perempuan berusia 40 tahun tersebut berhadapan di depan dada, membentuk bahasa isyarat yang artinya selamat datang saat menyambut detikBali Selasa (14/2/2023).
Kadek Sukerti namanya. Perempuan itu merupakan salah satu penyandang disabilitas tuli di Banjar Dinas Kajanan, Desa Bengkala, Buleleng, Bali.
"Selamat datang," tutur Sukerti dalam bahasa Kolok kepada detikBali. Bahasa Kolok adalah bahasa isyarat yang digunakan oleh warga Desa Bengkala saat berkomunikasi dengan penyandang disabilitas tuli.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Sebanyak 42 penduduk Desa Bengkala, tuli. Mereka yang tuli itu disebut Kolok. Adapun, jumlah warga desa itu mencapai tiga ribu orang.
Desa Bengkala makin dikenal setelah vlogger asal Israel Nuseir Yasin atau Nas Daily berkunjung ke desa itu pada Selasa (7/2/2023). Bahkan, Yasin membuat video terkait penduduk desa tersebut.
Sukerti menuturkan meski ia dan suaminya tuli sejak lahir, warga desa tidak pernah mendiskriminasi pasangan itu. Penduduk, justru terbiasa berkomunikasi dengan keluarga tersebut menggunakan bahasa Kolok.
"Kami nyaman tinggal di sini, tidak ada yang membeda-bedakan kami, walaupun kami punya kekurangan," kata Sukerti menggunakan bahasa Kolok. detikBali bisa berkomunikasi dengan Sukerti karena dipandu oleh I Kadek Sriparcana yang bisa bahasa Kolok.
Sukerti menikah dengan Wayan Subentar yang juga Kolok sejak lahir. Namun, kedua anak Sukerti bukan penyandang disabilitas.
Dari pernikahan itu mereka dikaruniai dua anak yaitu Wayan Adnyana yang berusia enam tahun dan Made Sudharma yang berumur satu tahun. Sudharma itulah yang duduk dipangku oleh Sukerti saat menyambut detikBali.
Bagaimana inklusi bisa diterapkan di DesaBengkala? Baca selengkapnya di sini.
Sore itu, anak-anak bermain di depan rumah Sukerti. Adnyana pun ikut main bersama. Tak terdengar adanya ejekan dari bocah-bocah itu pada pada anak sulung Sukerti tersebut.
Bahkan, salah satu teman Adnyana menggerakan jarinya membentuk bahasa Kolok untuk meminta izin pada Sukerti saat hendak mengajak putranya itu bermain. Sebagian besar penduduk Desa Bengkala bisa bahasa Kolok. Walhasil, tak ada kesulitan untuk mereka berkomunikasi.
Sukerti dan keluarganya betah tinggal di Desa Bengkala. "Kami nyaman tinggal di sini, tidak ada yang membeda-bedakan kami, walaupun kami punya kekurangan," kata Sukerti menggunakan bahasa Kolok.
![]() |
Penyarikan (sekretaris) Desa Adat Bengkala Ketut Darpa mengatakan masyarakat di Desa Bengkala tidak mengenal marginalisasi bagi penduduk Kolok. Semua warga desa memiliki hak dan kewajiban yang sama.
Bahkan, warga Kolok di sana diberikan hak istimewa saat upacara Yadnya. "Mereka kami berikan kemudahan melaksanakan kewajibannya, sebagai krama (penduduk) desa," tutur Darpa.
Baca juga: Sekolah Inklusi di Desa Bengkala |
Menurut Darpa, tidak ada pelatihan khusus bagi warga Desa Bengkala belajar bahasa Kolok. Mereka belajar secara autodidatik. Bahasa isyarat itu juga tidak terlalu sulit dipelajari.
Misalkan, ayah dalam bahasa Kolok diisyaratkan dengan menempelkan jari di atas bibir seperti membentuk kumis. Ibu diisyaratkan dengan tangan menunjuk payudara.
Adapun, nenek diisyaratkan dengan tangan menunjuk payudara lalu tangan itu bergerak turun sedikit. Sedangkan, kakek diisyaratkan dengan tangan diarahkan ke dagu lalu digerakkan ke bawah seperti mengelus jenggot.
"Sehingga kami tidak mengalami kesulitan di sini dalam berkomunikasi dengan mereka dan hampir rata-rata orang sini menguasai bahasa Kolok," ujar Darpa.
Simak Video "Video: Kemendikdasmen Beri Penghargaan ke Guru yang Dikatapel hingga Buta"
[Gambas:Video 20detik]
(gsp/gsp)