Penggunaan bakteri Wolbachia untuk menanggulangi kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Tabanan hingga kini belum bisa dipastikan waktu penerapannya. Metode ini rencananya akan diterapkan juga di Tabanan setelah Kota Denpasar.
"Kami belum bisa memastikan kapan penerapannya. Sampelnya di Denpasar dulu karena paling endemis di sana," jelas Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Tabanan I Ketut Nariana, Rabu (8/2/2023).
Ia menjelaskan, penggunaan bakteri Wolbachia untuk menanggulangi DB masih menunggu keputusan Diskes Bali. "Kami berharap bisa secepatnya," imbuh Nariana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara ringkas Nariana menjelaskan penggunaan bakteri Wolbachia dalam penanganan DB bertujuan untuk membuat telur nyamuk Aedes Aegypti rusak. Sehingga pembasmian nyamuk Aedes Aegypti bisa dilakukan pada fase jentik.
"(Bakteri) Wolbachia itu untuk membuat nyamuk Aedes Aegypti infertil (tidak subur)," jelasnya.
Ia menjelaskan sejauh ini pola penanggulangan DBD masih mengandalkan fogging atau pengasapan. Dan yang dirasa paling efektif adalah pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di masing-masing rumah tangga dan abatesasi.
"Kalau fogging itu hanya membasmi nyamuk dewasa saja. Misalkan, sekarang fogging, ada telur nyamuk yang sudah 10 hari, sebentar saja muncul lagi," tukasnya.
Saat ini, kondisi kemunculan DBD di Tabanan menunjukkan tren peningkatan. Sesuai data Dinkes Tabanan pada Januari 2023, tercatat ada 72 kasus yang tersebar merata di 9 kecamatan.
Catatan ini menunjukkan peningkatan bila disandingkan dengan data pada Januari 2022 yang saat itu sebanyak 13 kasus. Nariana menyebutkan, faktor cuaca belakangan ini diperkirakan turut mempengaruhi peningkatan jumlah kasus pada Januari 2023.
"(Faktor cuaca) tentu ada. Apalagi musim hujan ini diperkirakan akan sampai akhir Februari atau Maret," pungkasnya.
(nor/gsp)