"Dua orang mendapatkan PB (pembebasan bersyarat). Jadi mereka langsung bebas. Sementara yang lagi 7 orang tidak langsung bebas. Mereka masih menunggu SK (surat keputusan) dari Kemenkumham," jelas Kasubsi Registrasi dan Bimkemas Lapas Kelas II B Tabanan, I Wayan Sadiasa, Jumat (13/1/2023).
Program asimilasi yang dijalani 9 orang napi tersebut merupakan tindak lanjut dari keputusan Kemenkumham Nomor M.HH.186.PK.05.09 Tahun 2022. Keputusan itu mengenai penyesuaian jangka waktu pemberlakuan asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat bagi narapidana dan anak dalam pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19.
Sadiasa menyebutkan, kesembilan napi tersebut telah memenuhi syarat secara administratif dan substantif. Namun 7 orang napi yang belum memperoleh SK tersebut masih menjalani proses asimilasi di rumahnya masing-masing.
Ia menjelaskan, kesembilan napi yang mengikuti program asimilasi tersebut memiliki latar kasus berbeda. Seperti penipuan, narkotika, hingga beberapa kasus pidana umum lainnya.
Sebelumnya, mereka juga menjalani pengarahan yang prinsipnya menekankan agar tetap mengikuti aturan. Sebab selama menjalani proses asimilasi, mereka masih mendapatkan pengawasan ketat dari Bapas atau Balai Pemasyarakatan.
"Selama berkumpul dengan keluarga lebih berhati-hati dalam bertindak dan tidak mengulangi perbuatan pidananya. Kalau terbukti berbuat pidana lagi, asimilasinya bisa dicabut," tegas Sadiasa.
Ia menambahkan, program asimilasi ini juga untuk mengurai persoalan jumlah napi yang melampaui kapasitas lapas. Saat ini, jumlah napi di Lapas Tabanan sebanyak 184 orang. Padahal kapasitas Lapas Tabanan sesungguhnya hanya 47 orang.
"Kapasitas idealnya hanya 47 orang. Itu artinya, jumlah (napi) yang ada sekarang sudah 2 kali overload," bebernya.
(nor/gsp)