10 RS di Bali Ditargetkan Bisa Intervensi Non Bedah Coiling di 2023

Denpasar

10 RS di Bali Ditargetkan Bisa Intervensi Non Bedah Coiling di 2023

Ni Made Lastri Karsiani Putri - detikBali
Rabu, 28 Des 2022 08:34 WIB
Ilustrasi Dokter
Ilustrasi dokter rumah sakit. Foto: Dok. Shutterstock
Denpasar -

Pada pertengahan tahun 2023, sebanyak sepuluh rumah sakit di Bali ditargetkan mampu melayani intervensi non bedah seperti coiling pada pasien stroke. Hal tersebut menyusul permintaan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin agar rumah sakit di 514 kabupaten/kota di Indonesia bisa melakukan layanan kesehatan tersebut.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, I Nyoman Gede Anom menjelaskan, adapun sepuluh rumah sakit tersebut terdiri dari rumah sakit umum daerah di 9 kabupaten/kota dan satu rumah sakit di provinsi.

"Rumah sakit di Bali masih menunggu alat yang dipakai untuk kegiatan pelayanan tersebut. Kami sudah mengajukan ke rumah sakit di kabupaten/kota untuk mulai mengajukan permohonan Dana Alokasi Khusus (DAK) 2023 ke pusat, karena nantinya Kemenkes yang akan membantu DAK tersebut," kata Anom.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, kemungkinan besar alat-alat untuk layanan tersebut akan tiba pada bulan April-Mei 2023. Anom menuturkan, selain pemenuhan alat-alat medis, nantinya sumber daya manusia (SDM) kesehatan, seperti dokter spesialis saraf akan mendapatkan pendidikan selama enam bulan untuk menguasai kompetensi dalam intervensi non bedah tersebut.

Pendidikan kedokteran itu pun, kata Anom, akan sepenuhnya dibiayai Kemenkes, mengingat program layanan intervensi non bedah merupakan bagian program Kemenkes dalam transformasi sistem layanan rujukan.

"Saat ini rumah sakit yang bisa melayani intervensi non bedah adalah RSUP Prof Ngoerah, dan ini pun masih diampu RS PON. Selain itu, RS Mangusada juga sudah bisa. Jadi, untuk sementara, selama enam bulan ke depan kami masih merujuk pasien stroke ke RSUP Prof Ngoerah dan RS Mangusada karena alat dan SDM di sana sudah siap," ucapnya, Selasa (27/12/2022).

Ia menyebut, dengan adanya rumah sakit yang mampu melayani intervensi non bedah tersebut, tentunya akan meningkatkan kualitas hidup pasien stroke. Serta mampu mengurangi angka kematian pasien, mengingat stroke merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi setelah penyakit kanker, jantung, dan ginjal.

Anom juga menuturkan, diharapkan nantinya RSUP Prof Ngoerah dapat mengampu rumah sakit di daerah Bali dalam memaksimalkan pelayanan intervensi non bedah tersebut. "Misalnya, dokter spesialis saraf di rumah sakit daerah sudah menyelesaikan pendidikannya, tapi itu kan tetap perlu diawasi dan perlu diampu sementara. Jadi, RSUP Prof Ngoerah yang punya tugas mengampu rumah sakit di daerah hingga akhirnya bisa dilepas," ungkapnya.

Di sisi lain, Anom juga menanggapi perihal Menteri Budi Gunadi yang menyoroti kemampuan rumah sakit di Buleleng dan Jembrana, yang dinilai tertinggal dan belum mampu melakukan program intervensi non bedah coiling.

"Terkait rumah sakit tertinggal, sebenarnya bukan di Buleleng dan Jembrana, karena mereka sudah rumah sakit tipe B dan fasilitas sudah lengkap semua. Sebenarnya yang masih tipe C adalah RS di Karangasem dan mungkin Pak Menkes melihatnya karena dari daerah di ujung-ujung saja," akunya.




(irb/hsa)

Hide Ads