Sejarah Gereja Stasi Santo Mikael Tabanan Berusia Lebih dari 70 Tahun

Tabanan

Sejarah Gereja Stasi Santo Mikael Tabanan Berusia Lebih dari 70 Tahun

Chairul Amri Simabur - detikBali
Minggu, 25 Des 2022 21:45 WIB
Tampak depan Gereja Stasi Santo Mikael Piling di Desa Mengesta, Kecamatan Penebel yang kental ornamen Bali. (chairul amri simabur/detikBali)
Foto: Tampak depan Gereja Stasi Santo Mikael Piling di Desa Mengesta, Kecamatan Penebel yang kental ornamen Bali. (chairul amri simabur/detikBali)
Tabanan -

Keberadaan umat Kristen Katolik di Desa Mengesta, Kecamatan Penebel, tidak bisa lepas dari sejarah berdirinya Gereja Katolik Stasi Santo Mikael Piling yang usianya sudah melampaui 70 tahun. Kehadiran Gereja Katolik Stasi Santo Mikael Piling menjadi simbol kerukunan umat beragama di Desa Mengesta yang telah teruji puluhan tahun.

"Kerukunan umat beragama di Desa Mengesta, khususnya di Banjar Piling Tengah dan sekitarnya sudah teruji puluhan tahun," jelas Ketua Dewan Gereja Stasi Santo Mikael Piling, Andreas I Made Agus Wirawan (43), Minggu (25/12/2022).

Andreas menyebutkan, meski menganut keyakinan yang berbeda, umat Kristen Katolik di wilayah itu masih menjalankan tradisi yang berlaku di Bali. Misalnya, terbiasa mengenakan pakaian adat Bali saat beribadah.

Kemudian membuat perlengkapan ibadah seperti umat Hindu seperti penjor, ngejot (memberikan makanan atau jajanan) saat hari raya, atau nyekar di pemakaman.

Di awal 1950, Gereja Katolik Stasi Santo Mikael Piling awalnya hanya berupa kapel. Itupun berawal dari kebutuhan rohani tiga kepala keluarga yang telah mengimani Kristus setiap minggu harus berjalan kaki ke Tangeb, Desa Kapal, di Kabupaten Badung.

"Karena keterbatasan sarana transportasi dan akses jalan, mereka berjalan kaki untuk beribadah dan memperoleh pelajaran agama di Tangeb. Karena kekuatan iman mereka, akhirnya pastur-pastur di Tangeb mendirikan kapel," sebutnya.

Kapel yang didirikan saat itu masih berdinding gedek atau anyaman bambu. Seluruh kegiatan peribadatan pada masa itu dipimpin pastor Simon Buis dari Amerika Serikat.

Relief pastor Simon Buis yang menjadi perintis keberadaan Gereja Stasi Santo Mikael Piling di Desa Mengesta, Kecamatan Penebel. (chairul amri simabur/detikBali)Relief pastor Simon Buis yang menjadi perintis keberadaan Gereja Stasi Santo Mikael Piling di Desa Mengesta, Kecamatan Penebel. (chairul amri simabur/detikBali) Foto: Relief pastor Simon Buis yang menjadi perintis keberadaan Gereja Stasi Santo Mikael Piling di Desa Mengesta, Kecamatan Penebel. (chairul amri simabur/detikBali)

Peralihan dari kapel menjadi Gereja Stasi Santo Mikael Piling yang ada sekarang mulai dilakukan pada 1968. Pengembangan aktivitas keagamaan beralih kepada Pastor Yoseph Sebeerger dari Jerman.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain melayani kepentingan umat Kristen Katolik setempat, Gereja Stasi Santo Mikael Piling juga menggelar layanan kesehatan berupa klinik atau Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) pada tahun 70-an. Klinik tersebut ada di belakang gereja yang ada sekarang.

"Warga sini yang kelahiran tahun 70-an banyak yang dilahirkan di klinik tersebut. Karena transportasi untuk mengakses layanan kesehatan saat itu masih sulit," tuturnya.

Kini, seiring berjalannya waktu, klinik BKIA itu tinggal gedung saja. Aktivitasnya sudah tiada. Karena layanan kesehatan sudah mudah diakses. Minimal ke Puskesmas.

"Sekarang rumah sakit atau puskesmas sudah bisa dijangkau, jadi klinik itu tidak beroperasi lagi. Tinggal gedungnya saja," pungkas Andreas.

Belum lama ini, bangunan Gereja Katolik Stasi Santo Mikael Piling direnovasi. Proses renovasi itu tuntas pada 2019 lalu. Bagian yang direnovasi hanya bagian dalam gereja. Salah satunya pada bagian dindingnya.

Namun dinding bagian depan dan pagar gereja yang berisi ukiran dan relief khas Bali tetap dipertahankan. Begitu juga dengan 14 lukisan tua yang berisi kisah penghakiman, penyiksaan, hingga penyaliban Yesus masih terpampang di dinding gereja yang baru.

"Keempat belas lukisan itu masih utuh. Kami tidak mengetahui siapa yang melukisnya. Yang jelas dari Tangeb. Sama dengan yang membuat ukir-ukiran di depan gereja," pungkasnya.

ADVERTISEMENT




(nor/hsa)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads