Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Front Demokrasi Perjuangan Rakyat (Frontier) Bali mengecam adanya pasal penghinaan presiden di Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Pasal tersebut disebut dinilai sebagai 'pasal karet' yang dapat dipakai untuk mendiskriminasi dalam penyampaian aspirasi.
"Untuk tadi kami melakukan aksi kami fokus pada pasal penghinaan presiden," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Frontier Bali Anak Agung Gede Surya Sentana kepada wartawan usai aksi penyampaian aspirasi di Monumen Perjuangan Rakyat Bali Bajra Sandhi, Renon, Kota Denpasar, Selasa (6/12/2022).
Ia menilai, pasal penghinaan presiden sangat berbahaya khususnya bagi mahasiswa yang ingin mengkritisi kebijakan pemerintah. Pasal ini bisa digunakan sebagai alat untuk mengkriminalisasi mahasiswa dalam menyampaikan aspirasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena itu, dalam penyampaian aspirasinya itu, Frontier Bali meminta agar DPR RI menunda pengesahan RKUHP hingga pasal-pasal bermasalah dicabut. Terlebih, pasal penghinaan presiden adalah warisan kolonial Belanda yang dipakai untuk mengekang pejuang kemerdekaan.
"Di mana pasal-pasal ini merupakan salah satu pasal kolonial Belanda yang digunakan untuk mengekang para-para pejuang untuk mendiskriminasi menindas para pejuang kemerdekaan pada masa kolonial Belanda," ujar Surya Sentana.
"Tapi sungguh aneh kenapa DPR RI pada hari ini secara tiba tiba dengan draft yang baru dipublikasi juga secara tiba-tiba. Sungguh-sungguh aneh kemudian kenapa DPR RI dan pemerintah berusaha untuk memasukkan pasal-pasal karet yakni penghinaan presiden, pemerintah dan pejabat," sambungnya.
Surya Sentana pun menegaskan bahwa pihaknya di Frontier Bali dengan tegas menolak pasal-pasal karet di RKHUP, khususnya pasal penghinaan presiden. Apalagi pasal itu sebelumnya sempat dihapus berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 013-022/PPU-IV/2006 dan dan putusan MK nomor 6/PPU-V/2007.
Menurutnya, MK menghapus pasal itu dengan alasan bertentangan dengan hak kebebasan berpendapat dan menyampaikan aspirasi di muka umum. Pasal-pasal tersebut juga bertentangan dengan konstitusi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 terutamanya Pasal 28 yang menjamin kebebasan untuk menyampaikan aspirasi masyarakat.
Oleh sebab itu, Frontier Bali menyatakan sikap dan mendesak DPR RI untuk menunda pengesahan RKUHP yang dinilai masih mengakomodir pasal-pasal bermasalah serta mengancam kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Mereka juga mendesak agar DPR RI mencabut pasal-pasal yang bermasalah dalam RKUHP. Frontier Bali kemudian mendorong agar DPR RI membuka partisipasi publik seluas-luasnya dalam pembahasan RKUHP.
Tak hanya itu, Frontier Bali juga mendesak DPRD Bali dan Gubernur Bali secara kelembagaan bersurat kepada Ketua DPR RI agar menunda pengesahan RKUHP yang dinilai masih memuat pasal-pasal bermasalah yang mengancam kebebasan berekspresi dan berpendapat.
(hsa/dpra)