Ribuan warga Desa Adat Kuta, Badung tumpah ruah mengikuti tradisi upacara Nangluk Merana yang dipusatkan di Pura Dalem Kahyangan, Kuta. Upacara ini diwarnai kerauhan massal krama atau warga.
Sejumlah warga, ada yang laki-laki maupun perempuan kerauhan atau kerasuhan (trance) saat upacara berlangsung. Krama atau warga yang kerauhan tersebut ngurek atau menusuk-nusuk tubuh menggunakan keris.
Suasana mistis sangat kuat terasa di areal Pura. Dalam rangkaian prosesi ini, sejumlah warga perempuan ada yang berteriak-teriak dan menari mengikuti tetabuhan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mata mereka terpejam. Sementara yang laki-laki berteriak - berteriak dan bahkan ada yang berlari ketika usai dibersihkan.
Saat dibersihkan dari energi negatif ada saja permintaan mereka. Ada yang minta rokok, makan hingga minum alkohol.
Menurut sejumlah warga, mereka belum bersih dan masih ada butakala (roh jahat) di dalam tubuhnya.
Yang menegangkan, para remaja laki-laki ini dengan berani menusukkan keris ke bagian tubuh mereka.
Usai ngurek, remaja ini kemudian dituntun menghadap pelawatan (rangda dan barong) yang diyakini untuk membersihkan energi negatif.
Bendesa Adat Kuta I Wayan Wasista, menjelaskan, prosesi kerauhan tersebut dinamakan ngurek.
"Apa mau tusuk diri tidak masalah selagi mereka melaksanakan dengan taat bisa saja tembus," ungkap dia ditemui di lokasi, Rabu (30/11/2022).
Bagi yang ingin ikut melakukan ngurek kata dia ada pantangannya.
"Setau saya mereka tidak boleh makan daging babi dan daging sapi dan saat mereka mau ngayah kepala tidak boleh dipegang oleh orang lain," terang dia.
Tradisi Upacara Nangluk Merana sendiri sangat erat kaitannya dengan pemelapah sasih, terutama sasih keenam.
Dalam kalender Bali dipercaya pada sasih keenam (November - Desember) kata dia banyak wabah penyakit datang. Karena itu dilakukan upacara Nangluk Merana untuk mengusir berkumpulnya para butakala.
"Ini jadi untuk nyomyang (mengusir) agar wabah penyakit tidak menerpa masyarakat. Bisa juga disebut pembersihan buana agung dan buana alit," kata Wasista.
Dan perkiraannya, pada sasih keenam inilah musimnya wabahnya penyakit.
"Sehingga ada wabah itu kita membuatkan laba (persembahan caru) pancasata medurga ini sangat besar bagi desa adat," kata dia.
"Di desa adat Kuta sering terjadi kejadian namanya daerah internasional di sinilah sekarang buta kala yang akan mengganggu kita semua masyarakat kita berikan laba sehingga mereka akan mengganggu kita kembalikan ke tempatnya semula sehingga masyarakat Kuta melakukan kegiatan dengan baik," tandasnya.
(hsa/dpra)