Gubernur Koster Minta Tari Rejang Tak Digunakan untuk Menyambut Tamu

Denpasar

Gubernur Koster Minta Tari Rejang Tak Digunakan untuk Menyambut Tamu

Ni Made Lastri Karsiani Putri - detikBali
Sabtu, 26 Nov 2022 14:37 WIB
Sejumlah anak membawakan Tari Rejang Dewa dalam upacara Tawur Kesanga menjelang Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1940 di Pura Besakih, Karangasem, Bali, Jumat (16/3). Upacara untuk menyucikan alam tersebut dipusatkan di Pura terbesar di Bali itu dan digelar secara bersamaan juga di seluruh desa adat di Pulau Dewata. ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana/aww/18.
Tari Rejang Dewa. (Foto: ANTARAFoto)
Denpasar -

Gubernur Bali Wayan Koster meminta masyarakat agar tidak mementaskan Tari Rejang sebagai tari penyambutan tamu dalam berbagai acara. Sebab, Tari Rejang bersifat sakral dan tidak elok dipentaskan di luar konteks upacara keagamaan.

"Sakral ya sakral, jangan diobral. Tari Rejang termasuk tari yang sakral, jadi jaga dia."

"Oleh karena itu, Tari Rejang ini jangan ditarikan ke mana-mana, dipakai nyambut Gubernur, itu salah. Karena itu dipakai untuk menyambut Ida Bhatara dan para dewa," kata Koster saat menghadiri Pasamuhan Agung Kebudayaan Bali di Art Center Denpasar, Bali, Sabtu (26/11/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mantan anggota DPR RI itu menambahkan, banyak yang salah kaprah terhadap penempatan tarian sakral di Bali. Hal itu menurutnya menjadi tantangan tersendiri bagi orang Bali.

"Mengapa saya perlu menekankan ini karena (penggunaan tarian tersebut) sudah lari ke mana-mana. Tari Rejang Renteng, Tari Rejang Dewa, Tari Rejang yang lainnya dibawa ke mana-mana dan di tempat yang tidak sepantasnya. Inilah yang merusak dan kitalah yang juga merusak," sebut Koster.

ADVERTISEMENT

Koster menambahkan, ada banyak tari kreasi Bali yang bisa digunakan sebagai tari penyambutan. Koster meminta seluruh komponen yang tergabung dalam Majelis Kebudayaan Bali (MKB) agar turut menjaga kesenian Bali agar ditempatkan sebagaimana fungsi dan tujuan aslinya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, I Gede Arya Sugiartha menjelaskan Tari Rejang memang merupakan tarian penyambutan sakral di upacara keagamaan. Dengan demikian, fungsinya bukan untuk menyambut tamu.

"Seperti menyambut tamu Gubernur dan Presiden pun jangan. Karena Gubernur dan Presiden adalah manusia. Sementara Tari Rejang ini dipersembahkan untuk yang di Atas. Sifat tarian ini tetap sebagai sajian penyambutan tapi, konteksnya berbeda," kata Arya.

Arya menambahkan, dirinya sempat melihat video viral di YouTube yang menurutnya melecehkan Tari Rejang Renteng. Dalam video itu, Tari Rejang Renteng dibawakan oleh para laki-laki.

Menurut Arya, Tari Rejang Renteng seharusnya ditarikan oleh sekelompok penari perempuan dan dibawakan secara khusyuk. Ia juga menyayangkan, dalam video tersebut, pria yang membawakan Tari Rejang Renteng itu menari sembari tertawa.

"Setelah dilacak oleh tim siber ternyata asal video dari Pinggan Kintamani dan rencananya oknum akan dipanggil oleh desa adat. (Tindak lanjutnya) karena kami tidak bisa memberikan hukuman, paling-paling kami hanya memperbanyak kesadaran dan imbauan bersama dengan desa adat," paparnya.

Arya mengaku, hal semacam itu memang beberapa kali terjadi di Bali. Termasuk beredarnya video Joged jaruh di media sosial.

"Kami juga sudah memberikan surat edaran kepada desa adat agar para bendesa juga ikut mengawasi ketika ada Joged jaruh agar dihentikan. Tapi, yang namanya video dan oknum-oknum selalu ada," pungkasnya.




(iws/hsa)

Hide Ads