Perjuangan Guru Honorer di Karangasem, 15 Tahun Mengabdi di Pelosok

Karangasem

Perjuangan Guru Honorer di Karangasem, 15 Tahun Mengabdi di Pelosok

I Wayan Selamat Juniasa - detikBali
Jumat, 25 Nov 2022 08:35 WIB
I Nyoman Suweca guru honorer yang mengabdi 15 tahun di pelosok Karangasem.
I Nyoman Suweca guru honorer yang mengabdi 15 tahun di pelosok Karangasem, Bali. Foto: Istimewa
Karangasem -

Kisah perjuangan I Nyoman Suweca, guru honorer asal Banjar Dinas Kelod, Desa Antiga, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali. Pria 40 tahun ini sudah mengabdi selama 15 tahun sebagai guru honorer di salah satu sekolah di pelosok desa, yang kini bernama SMPN Satu Atap (Satap) Gegelang di Bukit Abah, Desa Gegelang, Kecamatan Manggis.

Suweca mengatakan, ia mulai menjadi guru honorer sejak tahun 2007. Saat itu ia baru lulus D3, sembari melanjutkan pendidikan S1 ia mengabdi di SMPN Satap Gegelang yang saat itu masih menjadi satu atap dengan SDN 7 Gegelang karena satu kepala sekolah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tapi setelah dapat kepala sekolah, SMPN Satap Gegelang berdiri sendiri dan ia menjadi guru honorer Agama Hindu di sana sampai saat ini. "Saya lulus S1 tahun 2008. Dari awal saya menjadi guru honorer sampai saat ini hanya di satu sekolah, yaitu SMPN Satap Gegelang," kata Suweca, Kamis (24/11/2022).

Suweca mengaku saat awal-awal ia menjadi guru honorer banyak tantangan yang dilalui, bahkan mungkin tidak semua orang bisa melewatinya. Selain karena jarak rumah ke sekolah yang sangat jauh sekitar enam kilometer, jalan yang dilalui juga sangat ekstrem karena harus melewati pegunungan dan akses jalan rusak pada saat itu.

ADVERTISEMENT

Bahkan ia sudah beberapa kali sempat terjatuh saat menuju sekolah untuk mengajar, meski tidak sampai mengalami luka parah. Tapi beruntung sekarang jalan menuju ke tempatnya mengajar sudah bagus dan mulus, sehingga lebih memudahkannya datang ke sekolah.

"Dulu saat awal-awal mengajar sebagai guru honorer saya sempat tidak dapat gaji selama kurang lebih lima tahun. Tapi setelah itu saya dapat gaji tapi tidak menentu, kadang Rp 200 ribu, kadang Rp 100 ribu per bulan. Sedangkan sekarang sudah lebih baik walaupun masih jauh dari harapan, yaitu Rp 500 ribu per bulan," kata Suweca.

Dengan gaji segitu, ia mengaku untuk uang bensin saja sudah ngos-ngosan. Tapi ia tidak pernah mengeluh dengan keadaannya saat ini, meski dengan penghasilan minim ia tetap bersemangat mencerdaskan para siswa yang ada di pelosok desa tempatnya mengajar.

"Kenapa saya masih bertahan menjadi seorang guru honorer meski dengan penghasilan minim, karena saya ingin mencerdaskan anak-anak terutama yang ada di pelosok desa," kata Suweca.

Untuk menambah biaya hidup sehari-hari, ia tidak hanya mengandalkan gaji sebagai guru honorer karena sudah pasti akan kurang. Jadi ia mempunyai usaha kecil-kecilan di rumahnya, ternak ayam dan babi. Dengan tambahan dari hasil ternak tersebut, ia mengaku cukup untuk biaya hidup sehari-hari karena kebetulan ia belum berkeluarga.

Kini harapan Suweca dan rekan-rekannya sesama guru honorer ingin secepatnya diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). "Saya tidak mau hanya berharap lagi, tapi dengan sudah belasan tahun mengabdi sebagai honorer, pemerintah seharusnya segera mengangkat saya dan guru honorer lainnya sebagai PPPK," harapnya.




(irb/dpra)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads