Kisah Perburuan Awan Tim TMC Antisipasi Hujan di Venue KTT G20 Bali

KTT G20

Kisah Perburuan Awan Tim TMC Antisipasi Hujan di Venue KTT G20 Bali

Chairul Amri Simabur - detikBali
Rabu, 16 Nov 2022 15:56 WIB
Teknologi Modifikasi Cuaca - BPPT
Ilustrasi teknologi modifikasi cuaca. (Foto: Luthfy Syahban)
Denpasar -

Faktor cuaca, khususnya hujan, sempat menjadi bahan kekhawatiran selama pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang dipusatkan di Nusa Dua, Bali. Tim Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) pun melakukan perburuan awan untuk mengantisipasi hujan turun di venue KTT G20.

Seperti apa kisah perburuan awan tersebut?

Tim TMC yang dipimpin pakar cuaca, Dr Tri Handoko Seto telah bertugas sejak Minggu (13/11/2022). Saat itu, tim yang terdiri dari BRIN dan TNI AU ini sudah melakukan uji coba sejumlah metode modifikasi selama dua hari.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tanggal 13 dan 14 kami semua uji coba berbagai metode. Hasil uji cobanya lancar," ungkap Tri Handoko Seto saat dihubungi detikBali, Rabu (16/11/2022).

Sejak awal, tim ini memang didesain untuk membuat skenario atau rekayasa cuaca. Sehingga, tiap agenda KTT G20, khususnya agenda yang dilaksanakan outdoor, tidak terkendala oleh hujan.

ADVERTISEMENT

Untuk menjalankan tugas itu, tim TMC memanfaatkan tiga unit pesawat tipe Cassa 212 yang diterbangkan dari Lombok dan satu tipe CN 295 dari Bandara Internasional Banyuwangi, Jawa Timur. Keempat pesawat itu dikerahkan untuk menaburkan bahan semai yang komponen dasarnya adalah NaCl atau garam dari angkasa.

Lebih dari 18 ton bahan 'garam' disiapkan. Bahan semai itu telah diolah sedemikian rupa di pabrik yang pemanfaatannya memang khusus untuk memodifikasi awan. Bahan tersebut disemai pada beberapa jenis awan seperti cumulus dan cumulonimbus agar dipercepat menjadi hujan.

Tim TMC yang terdiri dari BRIN dan TNI AU memonitor pergerakan awan dari Bandara Internasional Zainudin Abdul Majid di Lombok, Nusa Tenggara Barat, saat penanaman Mangrove di Tahura, Rabu (16/11/2022). (istimewa)Tim TMC yang terdiri dari BRIN dan TNI AU memonitor pergerakan awan dari Bandara Internasional Zainudin Abdul Majid di Lombok, Nusa Tenggara Barat, saat penanaman Mangrove di Tahura, Rabu (16/11/2022). (istimewa) Foto: Istimewa

"Konsepnya, awannya dipercepat menjadi hujan. Seluruh awan sekitar Nusa Dua, mulai dari Lombok sampai Banyuwangi, yang pergerakannya kami monitor pakai radar, dipercepat menjadi hujan," jelasnya.

Secara ringkas ia menjelaskan, TMC bisa digunakan untuk menambah atau mengurangi curah hujan. "Termasuk meredistribusi hujan," imbuh Doktor lulusan Kyoto University, Jepang, ini.

Dr Tri Handoko Seto menyebutkan, target utama tim selama pelaksanaan KTT G20 adalah mengamankan kondisi cuaca pada saat welcoming dinner, Selasa (15/11/2022).

"Karena itu acaranya outdoor. Meskipun acara-acara lainnya sampai hari ini juga diminta tidak sampai hujan. Ini tim kami lagi tugas. Karena ada satu kegiatan outdoor yakni penanaman Mangrove di Tahura," sebutnya.

Drama Perburuan Awan

Menariknya, perburuan awan untuk dipercepat menjadi hujan itu bukannya tanpa kendala. Skenario dan metode yang sudah diujicobakan ternyata tidak sesuai dengan kondisi pada Selasa (15/11/2022) pagi.

"Tanggal 15 pagi langsung drama. Awan bermunculan sejak pagi. Dihujankan satu, tumbuh (awan) yang lain dan seterusnya," bebernya.

Dalam situasi seperti itu, Tri Handoko mengaku banyak menerima panggilan telepon. Terutama dari para pimpinan yang ada di kepanitiaan KTT G20.

"Mereka bertanya apa perlu tambahan pesawat. Saya bilang tidak," ujar pria kelahiran Banyuwangi ini.

Tim saat itu menyimpulkan, tidak mungkin untuk meniadakan hujan. Strategi kemudian diubah dengan mempercepat proses kondensasi dari awan menjadi hujan di tempat lain.

Pelaksanaan strategi itupun tidaklah mudah. Terlebih, lokasi acara yang dinamis dan berpindah-pindah.

"Pelaksanaan strateginya agak rumit dan perlu diputuskan dengan cepat," sebutnya.

Akhirnya, kondisi awan di angkasa sejak Selasa (15/11/2022) pagi akhirnya terkendali sekitar pukul 14.00 Wita. Sehingga acara para ibu negara dan makan atau kepala negara berjalan tanpa gangguan hujan.

Tapi situasi itu tidak berlangsung lama. Usai acara di siang hari, awan bermunculan lagi. Padahal masih ada kegiatan lainnya yang berlangsung outdoor yakni welcoming dinner di Garuda Wisnu Kencana (GWK) pada malam hari.

Awan bertumbuhan dan berdatangan menuju GWK, tidak mungkin untuk dihindari. Sehingga semua awan di sekitar GWK dihujankan sekaligus. Begitu juga dengan awan-awan yang posisinya masih jauh dari Nusa Dua.

"Sekitar pukul 16.00 Wita hujan reda. Persiapan dinner akhirnya digelar. Peralatan yang tadinya ditutup pakai plastik akhirnya dibuka," pungkasnya.

Meski begitu, tim TMC masih bertugas sampai dengan berakhirnya jamuan makan malam seluruh kepala dan ibu negara peserta KTT G20.

Bahkan, pada saat berlangsungnya acara itu, ada empat unit pesawat wara-wiri di angkasa. Mereka mengejar awan dan menebarkan bahan semai agar lekas menjadi hujan. Total ada sebelas kali penerbangan yang dilakukan dari pagi hingga malam saat hari-H welcoming dinner G20.




(iws/dpra)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads