Acara welcoming dinner dalam rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 berjalan lancar dan meriah di Garuda Wisnu Kencana (GWK), Badung, Bali, Selasa (15/11/2022) malam. Acara yang dihadiri para kepala negara atau kepala pemerintahan itu digelar di area terbuka (outdoor) dan terbebas dari guyuran hujan sejak dimulai hingga acara berakhir.
Ternyata, sebanyak empat pesawat dikerahkan untuk melakukan modifikasi cuaca selama helatan KTT G20. Keempat pesawat itu menaburkan 'garam' di angkasa. Bahkan, saat hari-H welcoming dinner, sebanyak 11 ton bahan semai serupa garam disiapkan untuk proses modifikasi cuaca itu.
Simak penjelasan ilmiah soal cuaca cerah saat welcoming dinner G20 di GWK Bali menurut pakar cuaca dari BPPT/BRIN!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cuaca cerah kala welcoming dinner KTT G20 itu tidak lepas dari kerja keras tim Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) yang dipimpin Dr Tri Handoko Seto. Emp Padahal, hujan sebenarnya sempat turun di wilayah Bali lainnya pada siang hari, seperti di kawasan Kuta hingga Denpasar.
"Puncaknya itu ya malam kemarin (welcoming dinner). Karena itu dilaksanakan full outdoor," tutur pakar cuaca dari BPPT/BRIN, Handoko saat dihubungi detikBali, Rabu (16/11/2022).
![]() |
Saat wawancara, Tri Handoko masih melakukan tugas terakhirnya untuk memodifikasi beberapa jenis awan yang berpotensi menjadi hujan. Tugas itu ia lakukan dengan memonitor pergerakan awan dari Bandara Internasional Zainudin Abdul Majid di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
"Ini hari terakhir. Kami masih harus mengamankan kegiatan penanaman mangrove di Tahura," sebutnya.
Di tim TMC, Tri Handoko bertugas sebagai penanggung jawab sekaligus pimpinan operasi modifikasi cuaca. Meski begitu ia menyebutkan, keberhasilan memodifikasi awan tersebut merupakan buah kerja dari kolaborasi BRIN dan TNI AU.
"Ya ini bagian dari usaha juga. Kami tidak mengklaim, suksesnya acara kemarin merupakan hasil kerja kami. Karena ada juga upaya lain yang dilakukan. Yang pasti kami bersyukur, acara (welcoming dinner) berjalan lancar tanpa gangguan hujan," ujarnya.
Empat Pesawat Tabur 'Garam' di Angkasa
Secara ringkas ia menjelaskan, TMC bisa digunakan untuk menambah atau mengurangi curah hujan. "Termasuk meredistribusi hujan," imbuh Doktor lulusan Kyoto University, Jepang, ini.
Selama pelaksanaan KTT G20, ada empat unit pesawat yang dikerahkan untuk menjalankan operasi TMC. Keempat pesawat itu, tiga di antaranya tipe Cassa 212 yang diterbangkan dari Lombok dan satu tipe CN 295 dari Bandara Internasional Banyuwangi, Jawa Timur.
Keempat pesawat itu dikerahkan untuk menaburkan bahan semai berkomponen dasar NaCl atau garam di angkasa. Bahan semai itu telah diolah sedemikian rupa di pabrik. Sehingga, pemanfaatannya memang dikhususkan untuk memodifikasi awan.
"Komponen dasarnya NaCl yang sudah diolah sedemikian rupa. Diatur tingkat kehalusan. Begitu juga dengan tingkat kekeringannya," tuturnya.
Bahan tersebut kemudian disemai pada beberapa jenis awan seperti cumulus dan cumulonimbus agar dipercepat menjadi hujan.
"Konsepnya, awannya dipercepat menjadi hujan. Seluruh awan sekitar Nusa Dua, mulai dari Lombok sampai Banyuwangi, yang pergerakannya kami monitor pakai radar, dipercepat menjadi hujan," jelasnya.
Khusus pada Selasa (15/11/2022), ia menyebutkan proses modifikasi awan dilakukan sebanyak sebelas kali penerbangan dengan bahan semai yang diangkut mencapai lebih dari sebelas ton. Penerbangan tersebut berlangsung dari pagi hingga malam hari.
"Kalau pakai satu pesawat tidak terkejar. Karena awan yang perlu dimodifikasi kan banyak. Apalagi sekarang musim hujan. Untuk acara hari ini kami rencanakan enam kali penerbangan," pungkasnya.
(iws/dpra)