Hal itu diungkapkan oleh seorang warga bernama Wayan Merta (71). Menurutnya, membangun merajan di tempat yang baru akan membutuhkan biaya yang tak sedikit. Selain biaya pembangunan, ia juga harus memikirkan biaya untuk upacara secara keagamaan.
Baca juga: 120 Hektare Sawah di Jembrana Bakal Hilang |
"Kami masih memikirkan merajan yang dari turun temurun kami jaga. Biaya pembuatan ulang maupun memindahkan pura itu tidak sedikit ketika diminta untuk pindah," kata warga Desa Penyaringan itu kepada detikBali, Jumat (04/11/2022).
Menurut Merta, relokasi rumah serta dana stimulan untuk korban banjir bandang di Tukad Bilukpoh masih kecil dibandingkan kerugian yang dialami warga. Itu pula yang menjadi alasan mereka untuk pikir-pikir sebelum menyatakan siap direlokasi.
"Sedangkan biaya rumah seperti yang disebutkan itu cuma Rp 35 juta dan mendapat lahan sebesar 1,5 are. Itu masih berat jika saat ini kami putuskan," kata Merta.
Merta menegaskan dirinya berterima kasih terkait adanya usulan pemerintah yang hendak membantu warga yang tengah tertimpa musibah. Dia memilih bertahan di lokasi rumahnya yang sekarang sembari berencana membuat pondasi bangunan yang lebih tinggi agar aman jika banjir kembali menerjang.
"Bukannya tidak bersyukur kita dibantu oleh Pemerintah, namun kita tahu sendiri upakara di Bali itu tidak mudah, selain biaya, banyak juga yang dipertimbangkan," tutur Merta.
Warga lainnya, Gede Sujana (54) juga mengaku masih pikir-pikir saat diminta untuk direlokasi. Menurutnya, lahan baru yang disediakan tergolong sempit. "Kita lihat dulu lahannya, kalau memang tidak cocok kenapa harus dipaksa," jelasnya.
Pria yang rumahnya beserta seluruh barang berharganya habis disapu banjir ini mengaku akan mencari lahan sendiri untuk tempat tinggal. "Sementara bertahan dulu sembari mengumpulkan biaya untuk mencari lahan tempat tinggal," imbuhnya.
Sementara Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali I Made Rentin dikonfirmasi terpisah menjelaskan, dari 109 kepala keluarga (KK) yang terdampak langsung bencana banjir bandang Bilukpoh, 39 KK yang rumahnya rusak parah disepakati untuk relokasi. Sedangkan rumah 70 KK yang rusak ringan mendapat dana stimulan sebesar Rp 35 juta.
"Relokasi ada dua persyaratan, yaitu pertama, dengan tanahnya disiapkan oleh pemerintah daerah. Ada tiga lokasi tanah Pemprov di Penyaringan dan masyarakat dapat memilih," papar Rentin.
"Kedua, proses pembangunan itu bersinergi antara pemerintah pusat dan daerah, dari pemerintah pusat persatu unit rumah senilai 35 juta."
Selain relokasi, lanjut Rentin, biaya stimulan diatur dalam Pergub No 32 tahun 2021, berkaitan dengan bantuan sosial stimulan sebesar 35 juta. Menurutnya, warga yang menolak direlokasi perlu mendapat pendekatan dan sosialisasi lebih lanjut.
"Jika bertahan di sana, ada resiko nyata terkena bencana lagi, karena sudah tiga kali terjadi banjir bandang. Tahun ini menjadi yang terparah hingga meluluhlantakkan rumah warga," tegasnya.
Disinggung mengenai biaya lain, seperti ternak warga, serta biaya upakara warga, pihaknya mengatakan masih sedang dipikirkan. Rentin mengaku masih fokus melakukan sosialisasi tentang relokasi warga.
"Masih kita bicarakan mengenai hal itu," pungkasnya.
Banjir bandang menerjang Jembrana, Bali, Senin (17/10/2022) akibat hujan lebat semalaman. Banjir bandang di Jembrana, Bali, ini disebut sebagai banjir paling besar terjadi beberapa tahun terakhir. Selain merendam rumah-rumah warga, banjir bandang tersebut juga sempat membuat jalur Denpasar-Gilimanuk lumpuh.
(iws/dpra)